Kelas I Sekolah Dasar. Di dalam kelas, entah sedang menjelaskan mata pelajaran apa, aku lupa. Itu terjadi sekitar 23 tahun silam. Guruku mengatakan bahwa kami, para murid, harus sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Hal itu agar di kelas dapat belajar dengan sehat dan bersemangat. Selain itu makanan juga harus bergizi. Empat sehat lima sempurna. Ini mengingat kami adalah anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Sehingga kebutuhan jasmani kita terpenuhi. Jangan lupa pula untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kalsium. Nanti, di atas usia 21, tinggi seseorang akan berhenti. Tidak akan bertambah atau berkurang, kecuali gemuk atau kurus.
Aku percaya penjelasan itu. Tapi aku tak mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Makanku apa adanya. Bahkan aku ketika menginjak
masa kelas IV sudah hobi puasa. Tambah lagi saat masuk SMA, aku tinggal di
pesantren paman. Tirakat adalah hobiku. Aku merasa menjadi lebih dari orang
lain saat sanggup melakukannya.
Bisa jadi karena itu, pertumbuhanku kurang maksimal. Mungkin.
Karena tak sedikit juga orang yang hobi tirakat tapi pertumbuhannya bagus.
Aku baru sadar bahwa tinggi badanku kurang dari teman-teman
pada umumnya, ketika duduk di bangku
kuliah semester VIII. Saat itu aku
berkunjung ke kampus lain dalam suatu pertemuan antar pers mahasiswa. Seusai acara
kami berfoto bareng. Tampaklah dalam gambar bahwa aku paling kurus dan pendek. Kesimpulannya,
tubuhku kecil di antara yang lain.
Beberapa tahun setelah lulus kuliah, saat aku menginjak usia
27 tahun, aku beli celana. Ukuran pinggang 29 tapi ukuran panjang harus
dipotong kurang lebih 2-3 cm. Dengan begitu aku mendapatkan ukuran yang sesuai.
Tapi dua tahun kemudian, aku sadari dari hari kehari,
celanaku semakin memanjang. Terpikir olehku bahwa ukuran tinggi badanku
menyusut. Seketika juga aku ingat penjelasan guru SD-ku bahwa tinggi badan,
setelah lewat masa pertumbuhan tidak bisa bertambah maupun berkurang.
Aku pun tenang dan mencoba mengecoh pikiran bahwa celana
yang aku pakai saat ini bukanlah celana yang aku potong dua tahun lalu.
Kian hari kian penasaran. Aku heran kenapa semua celanaku
harus aku lipat bagian bawahnya. Semua celanaku. Inilah yang membuatku mulai
meragukan penjelasan guru SD-ku. Sebab ukuran tinggiku menyusut. Setelah aku
perhatikan dengan seksama, benang jahitan celana yang aku kenakan saat ini di
bagian bawah berbeda dengan atas. Inilah celana yang dulu pas ukurannya setelah
aku potong di tukang jahit.
Makin lama makin memanjang celanaku. Tiap bulan bertambah
beberapa mili. Ini jelas bahaya. Aku harus sering-sering naik angkutan Kopaja
sambil berdiri menggantungkan tangan pada besi pegangan yang ada di atas
langit-langit bus. Semoga saja ini dapat kembali mendongkrak tinggi badanku. Karena
kalau memang bisa menyusut berarti masih bisa sebaliknya.
Aku gerah dengan semua ini. Semakin gundah dan khawatir. Tapi
buat apa? Sebab guruku memang benar. Aku tidak lagi bisa bertambah tinggi,
menyusut tambah rendah pun tidak. Aku hanya bertambah kurus dari hari ke hari. Sehingga
celanaku melorot dari ukuruan sebelumnya. Pinggangku yang mengecil. Aku makin
kurus. Saat itulah aku kembali percaya dengan pernyataan guruku.