Rabu, 30 Desember 2009

"Kesetian Itu Hanya Milik Perempuan, Bukan Untuk Laki-Laki"


Seorang Kawan yang sekaligus sebagai kakak dan orang tuaku berkata, "Kesetian Itu Hanya Milik Perempuan, Bukan Untuk Laki-Laki" Awalnya aku kurang sepakat. Sebab walau aku juga laki-laki, tapi aku kurang sepakat jika ada pembedaan hak dan kewajiban dalam gender.
Tapi sebuah Peristiwa terjadi dalam proses hidupku. Dulu, aku menembak hati seorang wanita. Dia sangat bahagia bersamaku. Sebeb denganku, ia menemukan kenyamanan tak terhingga. Ia sangat takut kehilangan aku. Terlebih setelah ia tahu bahwa sisa cintaku terhadap wanita, yang dulu ku kejar-kejar sebelum dia, masih berarak di dalam hatiku.
Dia pun selalu bertanya padaku, apakah aku akan setia padanya, mau menikahinya, dan akan selalu cinta dia, bagaimanapun kondisi dia, masa lalunya dan keluarganya.
Aku hanya bisa menjawab dengan lagu Bang Iwan, "... hanya mampu katakan aku cinta kau saat ini. Entah esok hari, atau lusa nanti, Entah..."
Berbeda dengannya yang terus berjanji setia padaku. Ia ucap sumpah setia atas nama Yang Maha Suci dalam hidupnya, Tuhan, Ibu, nenek dan binatang kesayangannya. berulangkali ia nyatakan bisa menerima aku apa adanya. pastinya dengan segala kekuranganku. Bahkan ia sempat menyuruhku mengejar wanita yang dulu jadi idamanku. jika nanti gagal mendapatkannya, kembalilah padanya. Keinginannya nanti setelah menikah, ia akan memelukku tiap libur kerja akhir pekan.
Kemanapun aku pergi, selalu ia awasi. Jika aku tak ada kabar, ia menghubungi teman-temanku dan marah-marah padaku. Ia selalu ingin tahu semua kegiatanku. Bahkan ia sempat menculikku karena menurutnya aku tak punya waktu jika ia tak melakukan itu.
Ia memaksaku untuk mengucap janji setia padanya, ataas nama yang suci Bagiku, yakni Ibuku.

Aku Ucapkan Itu.

Saat datang wanita-wanita menggodaku, aku palingkan muka. Datang pula hati seorang wanita yang dulu kukejar-kejar, namun ku abaikan dia. semua hanya demi cintaku yang pertama.
Walau sibuk, capai dsb, ku sempatkan sms tlp dan menerima panggilan dia... bukan aku pamrih, tapi karena merasa ini kewajiban dan kebutuhan jalinan cinta kita berdua. Ku kurangi aktivitasku demi memberinya sekuntum waktu. Dengan nyaman ia mengungkap semua aib dan masa lalunya padaku. Walau menyakitkan, aku terima segalanya. Justru kekurangannya membuatku semakin cinta. Ku cintai kekurangannya, bukan kelebihan. sebab siapapun bisa mencintai kelebihan. tapi tak semua orang bisa mencintai kekurangan.

Tapi

Saat ia temukan dunia baru, kawan baru, aktivitas baru, ia abaikan aku. Saat aku mengcomplinenya, ia tak terima. Menurutnya aku tak paham dia. Aku cuma mau dia ada waktu untukku,, hatinya tetap padaku.. walau mungkin agak berlebihan tapi bukankah itu maunya. Siapa wanita yang tak mau dicintai setulushati oleh kekasihnya?
Dia bilang itu mengganggu. Dia bilang aku psikopat. Aku bodoh. karena telah sering disakiti masih saja mau mencintai. Aku jatuh cinta lagi padanya untuk kesekian kalinya. Jatuh cinta berulang-ulang pada orang yang sama. Tapi saat kutanyakan, "Kamu cinta dan sayang aku g?" Jawabnya, "itu pertanyaan konyol, dua tahun pacaran masih bertanya seperti itu."
Saat kuminta ia untuk berjanji atas nama yang suci-suci, ia tak berani. Padahal aku telah membelanya dihadapan ibuku yang dulu tak setuju aku pacaran dengannya.... Di dunia ini hanya ibuku yang aku keramatkan... dia adalah sosok tersuciku...
Aku memang belum punya banyak uang untuk dikorbankan untuk kekasihku.. Tapi Atas Nama Ibuku itu sudah sangat terlalu.
Kini dia acuhkan aku.. Ia ajukan putus.. dan menunggu jawaban 'ya' dariku. Tak pernah sms atau terima tlpku. Tak ingat janji atas nama Ibu, Nenek, Binatang kesayangan dan adik2nya.
Salahkah aku setia padanya? kenapa dia bilang aku bodoh mencintainya yang banyak kekurangan.
Beberapa telpon dan sms nya terhadapa cowok lain tak boleh kulihat. Dia tak mau kutelpon pukul 01.00 dengan alasan ngantuk, tapi jam 02.00 menelpon lelaki lain. Berulang kali ia berbohong padaku atas aktivitasnya. dan aku tak boleh mengcompline-nya.
Tak bisakah Wanita mencintai orang yang tulus mencintainya...
kenapa rata2 wanita terpesona pada lelaki playboy yang jelas2 sering menyakiti hati. benarkah wanita sebenarnya tak butuh kesetian dan ketulusan? Wallahu a'lam
Jika benar demikian, nyatalah bahwa "Kesetian Hanya Milik Perempuan, Bukan Untuk Laki-Laki"
Kini ia tak pernah nyaman bersamaku....
Aku hanyalah pengganggu, pengusik hari-harinya....
Aku menagih Janji atas nama yang suci. Aku tak rela karena nama ibuku telah ku angkat...
Kembalilah kasih...
Kepergianmu dariku adalah malapetaka...
Doakan aku pembaca

Rabu, 23 Desember 2009

Tumben


Senin itu aku jumpa pukul tujuh

Tanpa lemas kusapu ilerku

Lolong anjing tak berganti kicau

Ku hampar kasur pada sinar

Keringat yang telah jadi bagiannya melayang

Duduk di tepi

Menyalakan melodi gitar tua

Sesajen hitam dan sekepul kretek menghiasi

Jalan raya membuka bajunya

Mobil sedan menggebu dengan tuannya

Ke kantor katanya

Pemuda lesu terburu membawa sebungkus makalah

Mau presentasi

Pembantu tua menyapu halaman

Pembantu muda menyuapi anak majikan

Anak itu nakal

Kelak ia akan Menikah juga

Pergi tiap pagi Juga

Sekolah juga

Menyapu juga

Punya anak lagi

Anak yang Nakal pula

Mobil tak pernah berhenti di tengah jalan raya

Angin enggan tidur di kamar saja

Kemana mereka semua menuju

Untuk apa semua mereka berjalan

Apakah dunia yang sempurna itu nikmat

Ketika semua yang kita ingin kita dapat

Minggu, 20 Desember 2009

Menagih janji yang belum terucap.

Radar nalarku menyasak dinding kamar
Membelah tulang kepala
Menjamah nuansa kosong

Lagu kenangan telah usai
Melempar ruang waktu yang hilang
Menyisa sayatan di ujung hati

Darah berlari sia-sia
Birahi memanjat tak ada guna

Kemana arwahku merayap

Janji-janji tak lagi bermahkota sumpah
Perbandingan nyata menindas pujian buta
Telapak hatinya tengkurap
Berpisau nalar menatap hina
Mengumpan sekeping koin
Yang terbungkus selembar kulit basah
Membeli ikrar lusuh yang lacur
Mengganti belai jiwa
Yang terampas senyum munafikin

Nanar mata duduk menyala
Nuansa yang kutunggu tak jua pulang
Sejak pamit ke Alaska
Tak sepucuk memori pun ia titipkan
Bakal mentahan nostalgia sepah
Memeluk senyum kekhawatiran

Menepi
Berontak dari air yang mengulum dadaku
Melompat dari raga
Berteriak di padang simpati

Setelah massa menyembah berhalaku
Nuansa menusuk perutnya karena malu
.
Bulir-bulir waktu jatuh
Sesal bersujud di kaki yang menggantung
Meneduh muka
Merapat meratap
Kuayun sebilah dendam di pipi betonnya
Menagih janji yang belum terucap.

Jumat, 04 Desember 2009

Kurangi Budaya Gotong Royong

gotong royongIni adalah secuil rekaman obrolan santai Sokre, Aris, Jame dan Deskro mahasiswa Filsafat UIN Jakarta.di Kantin Ushuluddin, Rabu 2/12/09. Sebagaimana mafhum, kantin adalah tempat perjumpaan dan pergumulan warga kampus dengan segala ide yang ditenteng di kepala. Kopi setengah gelas plastik menjadi saksi senyum Sokre. Tak tahu berawal darimana, tibalah ia melontarkan pembahasan tentang pendidikan di Indonesia.

Sokre mengatakan, kalau jadi Mentri Pendidikan, saya akan menghapus pendidikan jenjang SMA. Itu hanya buang-buang waktu dan umur. Jadi seperti di luar negeri, misalnya Prancis, sesudah jenjang SMP langsung ke perguruan tinggi.

Aris menyepakati Sokre. Ia ikut bicara. “Betul juga, banyak mata pelajaran SMP diulang di SMA. Itu pemborosan. Banyak pelajaran seperti Bhs Arab (untuk MTs), Indonesia dsb, sama dengan di MA/SMA. Masuk ke Perguruan Tinggi, pelajaran itu terulang lagi. Tapi anehnya banyak yang nilainya tetap jelek. Berarti pembelajaran di SMP dan SMA gagal/percuma. Mendingan dipadatkan tiga tahun, pasti lebih efektif.”

Jame menolak pendapat itu dan berujar, “Kenapa sih harus selalu meniru barat. Sistem pendidikan yang cocok dengan Indonesia itu adalah pesantren. Ini budaya kita dari zaman kerajaan sampai sekarang. Kelemahan banyak pesantren mungkin hanya terletak pada kurangnya keterbukaan pada dunia luar. Perhatikanlah, rata-rata santri pesantren lebih barhasil menyerap apa yang mereka pelajari. Karena di pesantren mereka langsung mengaplikasikan apa yang mereka dapat sebagai bagian dari keseharian.”

Akhirnya, Deskro angkat suara. “Sebenarnya manusia Indonesia butuh pengutan karakter individu. Kalau secara individu kita kuat, maka bayangkan jika bersatu. Otomatis akan lebih kuat. Selama ini dari jenjang pendidikan SD-Perguruan Tinggi, kita selalu didoktrin bahwa bangsa kita punya budaya gotong-royong. Kita harus melestarikan budaya tersebut. Karena ini bagian dari jati diri bangsa.

Banyak yang menyebut, nilai-nilai itu telah terkikis. Tapi kenyataannya, doktrin itu bersemayam dalam jiwa manusia Indonesia. Padahal gotong-royong punya sifat negatif, yang membuat masing-masing individu tegantung pada kekuatan massa. Kita merasa menjadi pribadi lemah, jika tanpa kawan. Ketika individu-individu lemah itu bersatu, berbuahlah persatuan yang lemah, terutama pada jiwa dan pikiran.

Dalam kerumunan massa yang besar, individu telah hilang. Mereka tak lagi menjadi individu, melainkan telah menyatu dalam massa. Lebih lagi jika mereka secara pribadi memang lemah.

Kita pasti paham, bahwa massa tak kenal pengetahuan, etika atau akhlak. Massa hanya butuh perintah dan komando saja. Mereka siap gebuk siap pukul tanpa pertimbangan rasio dan etika.

Karenanya, yang paling bangsa Indonesia butuh adalah penguatan karakter Individu. Selama ini, doktrin gotong-royong terlampau dilebih-lebihkan. Sehingga menciptakan pribadi-pribadi berkualitas lemah. Bukan berarti gotong-royong sepenuhnya buruk. Ini perlu ada sebagai penyeimbang. Tapi jangan berlebihan.

Jangan terlalu khawatir/merasa kita telah kehilangan budaya gotong-royong. Sebab, manusia secara naluriah memilikinya. Sedangkan kekhawatiran hilangnya budaya ini hanya akan memengaruhi alam bawah sadar/jiwa bangsa Indonesia menjadi manusia lemah yang takut sendirian... hehehe

pic source : http://teresakok.com

Selasa, 01 Desember 2009

Iklan Gratis; Percayakan Produk Anda Di Sini

Salam Kreatif

“Kebahagiaan hanya akan nyata jika dibagai.” Bagitu ungkap Alexander Supertramp menjelang akhir hidupnya dalam pengembaraan ke alam buas di Alaska. Tentu makna dan kalimat di atas tak berakhir di situ. Silakan lanjutkan sendiri.

Baiklah kawan,

Berkembangnya teknologi dan informasi, tidaklah harus mengikis nilai kemanusian kita. Sebagai insan berakal, manusia adalah mahluk kreatif. Dalam setiap raga terdapat jiwa kreatif yang mampu mencipta. Ciptaan kita tak berarti jika hanya terpajang di kamar.

Karenanya, Bermodal Page Rank 2 dan jalinan komunikasi dengan berbagai komunitas dan organisasi di kampus-kampus se-Jabotabek, kami membuka kesempatan kawan-kawan dari dunia nyata dan maya untuk mengiklankan kreatifitas dan produknya. Untuk bulan pertama, pemasangan benner iklan di blog ini gratis. Selanjutnya, hanya akan dipungut biaya Rp.10.000. Pemasangan banner iklan bisa langsung hubungi sdr Pandi Merdeka atau saya sendiri. Bisa juga ketemu di facebook Pagar Dewo. Baik online maupun offline.

Demikian, sebagaimana tersebut di atas, tujuan kami tak lain untuk mengembangkan semangat kreatifitas

Berwisata Ke Kawah Putih Lembang Bandung



Tiba-tiba mataku terbuka. Sadar bahwa mentari telah tinggi, segera kugapai HP-ku. Tertera di layar 32 panggilan tak terjawab dan empat pesan pendek. Ini gawat jam 08.30. Aaah, telat. Aku sudah ikhlas dan siap kalau ditinggal. Sebab bukan hanya aku dan kekasihku yang berangkat dan ikut dalam rencana. Melainkan tiga teman cewekku, yakni Heni, Ahdika, Rika dan satu lagi Iyang, sepupu cewekku yang nunggu di Bandung.
Dengan muka natural bangun tidur, kuangkat telpon.
“Halo, udah berangkat ya?”
“Udah, nih udah di Lebak Bulus.. Kamu ngapain aja sih semalem? Tidur jam berapa? Nggak enak ama anak-anak...”
“Ya udah ga papa, kamu sama teman-teman berangkat aja.”
Telpon tertutup. Ku hisap sebatang puntung rokok sisa semalam. Bersiap mendengarkan cerita dari Bandung. Sepuluh menit kemudian, telpon berdering. Icha, cewekku menyuruh segera ke Lebak Bulus. Nggak usah mandi. Cuci muka saja. Buruan.
Kukemas mukaku semanis mungkin. Setengah jam berdandan tanpa mandi, sampailah aku di Lebak Bulus. Kami Berangkat dengan Bus Primajasa Jurusan Garut. Kata kondekturnya kita bisa ke Bandung naik bus ini. Nanti sampai Cibaduyut kita turun lalu naik angkot ke Luwi Panjang. Dan ternyata, dari Luwi Panjang ke Lembang, Kawah Putih jauh sekali. Belum lagi dari pintu masuk menuju kawah putih masih 5 km lagi. Tapi tak apa, seluruhnya menakjupkan. Mulai dari jalanan yang berkelok. Sopir angkot yang handal. Dengan kecepatan tinggi melewati jalan berkelok-kelok. Kebun-kebun stroberi dan macem-macem lah.



Sampai di Kawah Putih jam setengah tiga. Tak lama kabut mulai menyelimuti. Bareng dengan gerimis. Aku benar-benar menikmati pemandangan ini. Serasa bukan berada di planet bumi. Wauow sungguh luar biasa.
Menjelang magrib kami beranjak. Belum puas sebenarnya foto-foto. Tapi mau apalagi, kabut makin tebal. Telapak tangan makin tak terasa. Apalagi Rika sudah mulai batuk-batuk. Sesuai peringatan, kalau sudah menjumpai gejala batuk-batuk, maka segera menghindar dari kawah.
Setelah makan stroberi berbagai olahan. Kami menutup jalan-jalan ini berbelanja. Otomatis ke Cibaduyut lagi. Jam sembilan malam, berangkat lagi deh ke Jakarta. Masih pengen lagi ke Kawah Putih. Semoga bisa ke sana lagi.... bagi yang belum, kesanalah.. di jamin g rugi.




Sebenarnya, wisata ke Kawah Putih ini berawal dari ajakan Vina, mahasiswi Tafsir Hadits FUF UIN Jakarta. Katanya tempat wisata satu ini sangat mempesona. Kemudian ide itupun aku sampaikan pada kekasihku. Beberapa bulan kemudian, tersusunlah rencana. Bulatnya tekad kami pun kusampaikan pada Vina. Tapi ia masih menunggu konfirmasi dari boy friend-nya. Hingga satu hari menjelang keberangkatan, belum ada kepastian darinya. Maafin Aku ya Fin..... Kapan2 kita Ke Kawah Putih lagi dengan banyak kawan

Rabu, 25 November 2009

Hsun Tsu; Sang Rasionalis China 300 SM

Kodrat Asli Manusia Adalah Buruk

Hsun Tzu adalah salah-satu pemikir dan filsuf China yang lahir di Negara Chao sekitar tahun 300 SM. Meski berabad-abad lalu, namun pemikirannya masih berpengaruh dan relevan dengan zaman sekarang. Salah-satu buah pikir kontraversial ialah ketika secara tegas Hsun Tzu menyatakan, kodrat manusia adalah buruk. Hsun Tzu mengawali pembahasan tersebut sebagai berikut:


“Kodrat manusia adalah buruk. Apapun kebaikan yang baik yang terdapat dalam dirinya adalah akibat latihan yang diperolehnya. Manusia lahir dengan kesukaan atas keuntungan. Jika kecenderungan ini diikuti, maka mereka akan gemar bertengkar serta rakus, sama sekali tidak mengenal basa-basi dan tidak memperhatikan orang lain. Sejak lahir mereka penuh dengan sifat iri dan benci terhadap orang lain. Apabila sifat-sifat ini dikekang mereka menjadi ganas serta keji, sama sekali tidak memunyai ketelusan dan i’tikad baik. Saat dilahirkan, manusia membawa serta kesenangan melalui telinga dan mata, kesukaan akan bunyi dan warna. Jika ia berbuat seperti apa yang ia diinginkan oleh hal-hal tersebut, maka ia akan menjadi jangak serta resah, dan tidak memperhatikan li atau keadilan atau sikap tengah-tengah.”

Bagi Hsun Tzu, berbuat sesuai kodrat manusia adalah sejalan dengan naluri yang menimbulkan kesukaan bertengkar, ketamakan dan keresahan yang menyebabkan umat manusia mengalami suasana penuh kekerasan. Menurut Hsun Tzu, hanya dengan bimbingan para guru dan hukum serta li atau keadilan, manusia dapat menemukan basa-basi serta kebijaksanaan. Atas dasar ini, Hsun Tzu menyimpulkan kodrat asli manusia adalah buruk. Ia menjadi baik hanya bila melalui latihan yang diperolehnya. Sebagaimana pedang yang majal, harus digosok atau diasah supaya menjadi tajam. Begitu halnya manusia, harus digarap para guru dan hukum serta dilengkapi li agar menjadi manusia yang jujur dan tertib. Tanpa guru dan hukum, manusia akan mementingkan diri sendiri, jahil dan tidak adil. Tanpa mengenal li serta keadilan, mereka susah diatur, suka memberontak dan resah.

Hsun Tzu menyangkal argumen Mencius (pemikir sezamannya) yang mengatakan, kenyataan manusia dapat belajar membuktikan kodrat asali manusia adalah baik. Lebih lanjut hemat Hsun Tzu, Mencius tak paham apa itu kodrat manusia. Mencius tak mampu membedakan secara lihai antara kodrat asli dengan watak yang diperoleh kemudian. Kodrat manusia adalah apa yang telah dikarunikan Tuhan sejak lahir. Ini tak dapat diupayakan, pun dipelajari. Sesuatu yang bisa dipelajari dan diupayakan adalah watak yang diperoleh kemudian, bukan asali.

Kodrat manusia yang dimaksud Hsun Tzu setara dengan orang yang lapar pasti ingin menjejali mulutnya dengan makanan, orang bekerja yang harus istiraha. Akan tetapi ada beberpa orang yang menahan laparnya demi mendahulukan orang yang lebih tua atau kurang mampu. Hal ini bertentangan dengan kodrat manusia. Jika ia menuruti kodratnya, maka saat ia lapar, ia akan melahap saja makanan dihadapannya tanpa peduli orang tua atau yang kurang mampu.

Pemuja Rasionalitas

Hsun Tzu hampir sepenuhnya mengesampingkan faktor keagamaan. Hal ini bukan hanya dari wawasannya mengenai li tapi juga seluruh pemikirannya. Hantu, menurutnya hanya dibayangkan oleh mereka yang pikirannya rancu, padahal mereka tidak benar-benar melihatnya. Hsun Tzu juga memberi contoh, jika seseorang berdoa meminta turun hujan lalu hujan pun turun, itu bukan karena doanya. Meskipun orang tidak berdoa hujan juga akan turun.

Tak hanya itu, Hsun Tzu menertawakan Mo Tzu (pemikir China juga) yang menganggap, hasil panen yang baik dan kemujuran merupakan pertanda Tuhan membenarkan kebijakan seorang penguasa yang baik. Sebaliknya jika bencana berulang kali melanda sebuah negara. Bag Hsun Tzu yang harusnya diamati dan diselidiki ialah bagaimana seorang penguasa memerintah. Sudahkah sesuai dengan keinginan rakyat, apakah rakyat sejahtera atau menderita. Bukan dengan mengamati datangnya bintang berekor atau gerhana bulan.
Rasinalitas Hsun Tzu juga tampak dalam menyikapi upacar-upacara kurban. Baginya, itu tak ada bayang-bayangnya (pahala di akhirat kelak). Upacara ini layak dihargai karena nilai kemasyarakatannya untuk menyalurkan perasaan dengan cara yang sudah diakui dan bermanfaat.

Tuhan dan Li

Hsun Tzu tidak mengesampingkan gagasan ketuhanan. Tapi ia mendefinisikan ulang konsep ketuhanan itu. Menurutnya, Tuhan sekadar tatanan alam. Dia tak pernah campur tangan dalam menjalankan hukumnya, melalui mu’jizat misalnya. Tuhan adalah tatanan alam dan orang harus memelajari hukum-hukum Tuhan dan berbuat sesuai dengan hukum-hukum tersebut.

Sementara itu Li, menurut Hsun Tzu diciptakan para raja bijaksana, namun bukan diciptakan dengan semau-maunya. Li memberikan keindahan, kepentingan, irama serta pengendalian terhadap seluruh aktivitas manusia.

Kelas Masyarakat Dalam Negara Adalah Keniscayaan

Hsun Tzu sepakat dengan pembagian kelas masyarakat. Pembagian ni bukan dalam rangka penindasan terhadap yang lemah. Melainkan menjaga negara dari kekacauan. Sebab bagi Hsun Tzu, jika semua orang berada pada kekuasaan yang sama, maka sama halnya tak ada kekuasaan/pemerintahan. Pengandaian lain, jika setiap orang punya kekuasaan yang sama, lalu menyukai atau tidak menyukai hal yang sama, maka akan terjadi perebutan dan kekacauan. Pembagian kelas itu sudah sewajarnya, sebagaimana ada langit ada bumi.

Gagasan Hsun Tzu tentang pemerintahan pada dasarnya sama dengan Confusicianisme, pemerintahan adalah untuk rakyat bukan untuk penguasa. Tindakan penguasa yang memelaratkan rakyat dan para sarjana, berarti memancing malapetaka. Fungsi penguasa adalah memilih mentri yang bajik dan mempu menjalankan tugasnya secara baik tanpa melihat hubungannya dengan dia dan tanpa pilih kasih. Seorang yang bajik tak dapat diganggu gugat. Sebaliknya, penguasa yang jahat bukan lagi penguaasa dan harus diturunkan dari singgahsana.

Demikianlah, semoga kita mampu mengambil hikmah yang mungkin belum kita temukan. Walau mungkin kita, anda, saya dan mereka beda keyakinan, tapi aku yakin kita sepakat bahwa hikmah merupakan barang hilang yang harus terus kita cari. Dan resume ini tak lepas dari kekurangan. Bila ada yang sudi menambahkan, dengan lapang senyum kusambutnya.

Sumber Bacaan: Alam Pikiran Cina, H. G. Creel

Minggu, 01 November 2009

Menjadi Muslim Tangguh Ala Setan

Bercerminlah Pada Setan

MSW-Siapa bilang setan selalu mengarahkan manusia pada keburukan. Siapa bilang setan adalah biang segala perbuatan keji dan mungkar. Yang pada ujungnya,karena setanlah manusia bisa masuk neraka. Tak selamanya setan itu menakutkan. Terdapat hal-hal positif yang melekat pada sifat dan tabiat setan. Tentu saja, ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang berfikir.
Pertama, sebagai penghargaan atas intelektualitas, setan adalah makhluk yang cerdas. Tanpa kecerdasan, ia pasti kehabisan akal untuk menggoda manusia.
Kedua, Tabiat setan yang patut ditiru adalah sifat pantang menyerah. Ini sudah pasti. Sebagaimana petuah mereka yang berada di atas angin, ‘orang sukses adalah orang yang mampu memertahankan semangat.’ Di sinilah kunci sukses besar setan di planet bumi. Sepanjang sejarah, setan selalu menjadi sasaran cacimaki dan hujatan. Bahkan para ulama dan guru ngaji telah memastikan setan masuk neraka, dan kekal selama-lamanya. Sering pula, orang-orang dewasa memakai kata ‘setan!’ untuk mengungkapkan kemarahan dan kebencian pada sesuatu.
Sangat jarang bahkan tak pernah, orang menggunakan kata ‘setan’ untuk menggambarkan sebuah keindahan atau kenikmatan. Biasanya, untuk pengungkapan sesuatu yang indah, orang lebih memilih kata ‘wow’, ‘anjrit’, ‘anjing’ dan sebagainya. Misalnya, ketika anda lagi ber-make up dan melihat wajah Anda dikaca begitu keren dan tampan, mungkin Anda bisa berkata, ‘Wow ganteng banget gue’ atau ‘Anjiiing keren banget gue’. Tapi rasanya tak mungkin mengatakan, ‘Setan! Ganteng banget gue’.
Bisa kita rasakan betapa berbeda rasa yang timbul dari kalimat di atas. Kata ‘Setan’ lebih cocok dipakai untuk penyesalan. Sementara kata ‘Anjing, wow dan anjrit’ pantas dipakai untuk mengungkapkan kebanggaan atau kehebatan.
Namun demikian, setan tak pernah minder dan putus asa. Ia tahu, banyak manusia membencinya. Entah karena hasutan siapa. Tapi semangatnya tak pernah kendur. Ia terus saja menggoda manusia sepanjang masa. Agar, katanya, nanti masuk neraka.
Ketiga, Setan adalah lambang profesionalitas, disiplin dan totalitas. Secara takdir, setan telah dicipta dan ditugaskan Tuhan untuk menggoda dan menjerumuskan manusia. Selama masa karirnya, setan melakukan tugas tersebut secara disiplin dan penuh totalitas. Ia fokus mengemban amanah Tuhan sebagai mahluk penggoda. Ia tak pernah menyeleweng dari perintah Tuhan. Hal itu menjadikan ia makhluk yang profesional dan ahli di bidangnya.
Keempat, Tak ada kebajikan dan kebaikan tanpa adanya setan. Sebagai komandan pasukan keburukan, keberadaan setan mempertegas adanya kebaikan dan kebajikan. Coba pikir, apakah ‘kebaikan’ itu akan ada tanpa adanya ‘keburukan.’ Sama halnya, jika seluruh penduduk bumi pandai apakah mereka disebut pandai? Karenanya, adanya keburukan mempertegas adanya kebaikan. Semakin buram keburukan, maka buramkan kebaikan.
Itulah, sekelumit pelajaran dari setan. Semoga kita tergolong mahluk yang berfikir. Sehingga mampu menangkap pesan dan spirit moral yang ada pada setan. Terlepas ada tidaknya setan, di sini kita andaikan setan itu ada. Meski mungkin wujudnya tak berupa materi. Melainkan energi atau semacam wujud cahaya yang belum bisa kita lihat. Sebagaimana signal HP yang tak bisa kita lihat, raba maupun terawang. Setan adalah lambang survive kehidupan.

Jumat, 30 Oktober 2009

Aku Dia dan Tuhan*

Ku hisap pesonamu
Kuremas bumi yang mengkerut
ku masukan dalam kantong-kantong jiwa
Matamu penuh energi

Mengejutkan

Ujung rambutmu tak habis kurayapi
Senyummu bertabur pelangi

Memijar
Berfusi memadat.
Menyala

Bulan Terpesona mengitarimu
Siapa sanggup menolak keindahan subjektif ini

Sungguh
Pesonamu merambat
kuserap
Jumud mematikan tiap cicak yang mendekat
Kau hanya pembunuh tanpaku
Aku
mayat tanpamu

*Judul Ini memang sama persis dengan Judul cerpen Pandi Merdeka, yang dimuat di Tabloid Institut edisi III. Namun isi tulisan ini beda. Sengaja ku pilih judul itu karena tiba-tiba ia menonjokku di depan gerbang metafisika yang tersingkap ini. Tanks Pandi Merdeka atas kedatangan kalimatmu... Semoga Tuan Kost Dunia Ini memberkatimu.....

17

Panas dingin udara itu
Hari tak terlupakan
Bagiku entah orang lain
Kau tahu
Aku tak sanggup mengungkap kata-kata
Bukti diri pada hati

Dia datang
membawa secangkir kilau air
Di tengah tak menentunya hati langit

Bumi Ganjing

Jantung bumi menyanyikan cord angin
mawar merekah di wajahnya
Diukirnya otakku
Menyulam jala intan

Dan mawar itu
Tak segera bersayap
Meminta keabadian
tanpa materi

Tangan mata mengalir di rambutnya
Jatuh di depan teras nol
Kutuang magnet dalam bejana kosong
Dia hanya tanah
Pohon anggur yang tak habis ku petik
Melihatnya tanpa sadar
Menangkap bayangmu di sungai yang tenang

Kau tanggalkan cemari
Langit pun mengangkat airnya
Tapi cord angin telah memilikiku
Kau salib kalbuku di alun-alun
Dan aku jadi tuhan
Aku atau Kau yang menyembah

Minggu, 25 Oktober 2009

Lorong

Benarkah tak ada jalan selain jalan raya
Salahkah pembuat lorong-lorong kecil dalam gang
Yang berpesta di sana semut dan kalajengking
Memiara gajah dan memberi makan singa

Kenapa aku di tilang karena tak pakai helm
Aku di jalan setapak
Melepas kebisingan roda-roda besar
Mewah katanya
Aku benci bising motor
Erangan mobil
Busuk asap kenalpot
Siapa yang mau memberiku izin lewat jalan ini
Ku bayar dengan hidupku
Benarkah
Mudah-mudahan
Asal aku bahagia
Apa? Bahagia?
Kata apa itu, ku tak tahu
Aku benci jalan raya
Aku mau mendaki gunung saja.
Siapa yang sanggup peduli
Siapa yang sanggup memberi izin
Siapa yang mau menemani
Mendaki
Ya,, orang ini yang akan ku bayar
Ku bayar dengan hidupku semampu
Temaniku mendaki gunung
Berat tapi indah
Nikmat sejuk dan alami
Tak ada kemunafikan
Tak ada dalam keranjang hitam
Pohon itu selalu menjawab pertanyaanku
Di mendengarku dan memberiku segarnya angin
Huuuu Pohon

0

Tak bisa ku ingkari nurani

Dia Ada dalam aku

Sebaliknya sebaiknya

Luka sembuh tak berbekas

Semua ringan

Semua baik

Semua orang

Tak ada yang menenangkan dan memuakkan

Di titik nol ini jalan lurus

Meniti jembatan sirotolmustaqim

Keseimbangan penuh

Tak berat kanan kiri

Hanya ada nikmat tanpa asal tujuan

Itukah

Mendaki gunung-gunung ABC

Lembah xyz

Ayunkan lengan kibaskan tapak

Rumah berdiri

cukup

Kamis, 10 September 2009

Kembali Menjadi Makhluk Terbaik Dengan Ramadan


Oleh MS Wibowo Pagar Dewo
Banyak hikmah atau pelajaran yang kita petik dari datangnya bulan Ramadan. Baik hikmah dan manfaat di dunia maupun iming-iming pahala di akhirat kelak. Terkait perkara ini, para ustadz telah melontarkan ribuan ceramah yang kerap diulang-ulang. Karena seringnya mungkin banyak kita yang lupa tentang pelajaran apa yang akan kita dapat dan untuk apa kita melaksanakan kewajiban puasa Ramadan.
Salah-satu yang kita peroleh dari puasa di bulan Ramadan adalah kedisplinan. Siapapun orangnya, jam berapapun ia sahur sebelum imsyak, ia tetap harus buka puasa pada saat yang sama. Tak ada alasan baginya mengundur atau memajukan berbuka karena lebih awal atau telat sahur.
Hal itulah yang seharusnya kita terapkan dalam seluruh sendi kehidupan. Tanpa kedisiplinan, pasti sulit meraih apa yang kita impikan. Sebab hidup ini boleh dibilang adalah perhitungan. Hampir tak ada sesuatupun di jagad raya ini yang lepas dari perhitungan. Ketika kita tak memperhitungkan sesuatupun merupakan perhitungan tersendiri. Contoh jelasnya, bagaimana kondisi kita beberapa tahun ke depan bisa diprediksi dari apa yang kita lakukan hari ini.
Di sisi lain, puasa juga menyadarkan bahwa kita sering merisaukan hal-hal yang sesungguhnya tak perlu dipusingkan. Misalnya makan siang seolah menjadi kegiatan wajib sehari-hari. Tapi ternyata puasa membuktikan, tanpa makan siang pun kita tetap bertahan dan mampu mengerjakan aktivitas sehari-hari.
Contoh lainnya ialah para perokok atau orang yang hobi ngemil, yang pada hari-hari biasa merasa tak bisa melepas kebiasaan itu. Biasanya orang macam ini menganggap, tanpa merokok dan ngemil mereka tak bisa tenang dan sebagainya. Datangnya Ramadan membuktikan, anggapan itu salah. Setiap orang yang berniat puasa nyatanya mampu meninggalkan kebiasaan yang telah bercokol dalam diri selama bertahun-tahun itu.
Kenyataan di atas menegaskan, kita mampu menjadi seperti apa yang kita mau. Dengan kedisiplinan sebagaimana dalam waktu puasa, kita pasti berhasil mengejar impian. Ketidakmampuan atau ketergantungan pada sesuatu, semisal harus merokok atau ngemil, hanyalah kewajiban-kewajiban semu yang kita buat sendiri. Tanpa sadar, kita telah membuat aturan-aturan yang memenjara hidup kita.
Bulan Ramadan mengingatkan bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan. Kita sedih karena kita berfikir untuk sedih, kita tak mampu karena kita berfikir seperti itu, sebaliknya dan sebagainya.
Semoga puasa tahun ini mengembalikan kita sebagai mahluk terbaik ciptaan Allah swt. Menjadi manusia kuat yang tak dikendalikan oleh sarana dan keperluan yang kita miliki. Tetap makan tanpa menghamba pada makanan, ngemil tanpa diperbudak oleh cemilan dan seterusnya. Semakin disiplin dan meningkatkan produktifitas diri, yang dapat memicu produktifitas orang lain.

Jumat, 28 Agustus 2009

UIN Lebih Baik dari IAIN, Segala-galanya...


-->
Siapa Bilang, zaman IAIN lebih baik dari zaman UIN jakarta. Siapa bilang konfersi IAIN ke UIN Jakarta merupakan biang kemunduran kualitas intelektual mahasiswa Ciputat. UIN Jakarta dengan segala kemewahan gedungnya sangat lebih bagus ketimbang IAIN Jakarta tempo dulu.
Itulah pernyataan Otong, mahasiswa semester akhir Fakultas Dirosat Islamiyah UIN Jakarta. Menurutnya, Nilai lebih UIN Jakarta terlihat pada banyak aspek. Diantaranya gedung-gedungnya yang megah dan lingkungan kampus yang rapih dan bersih. "Dulu semasih IAIN dan belum ada gedung baru belum dibangun, kampus ini sangat kumuh. Apalagi kalau hujan, pasti becek sekali. Ditambah dengan toilet umum, yang kira-kira dulu terletak di jalalanan dekat fakultas tarbiyah, tak terurus dan bau sekali. Kondisi macam itu pasti memengaruhi psikologis mahasiswa," tutur Otong.
Berbeda dengan zaman UIN sekarang, lanjut Otong, gedung bagus, bersih, makin banyak fakultas dan bangunan megahnya, dan hingga sekarang masih terus membangun. Secara langsung ini adalah nilai tambah bagi kampus kita.
Terkait kualitas mahasiswa, yang menurut banyak kalangan mengalami kemunduran, Otong tak sepakat. "Siapa bilang kualitas mahasiswa sekarang mundur? Kita semua masih dalam proses. Hasilnya akan terlihat beberapa tahun ke depan. Menurut saya Mahasiswa Jaman UIN lebih bagus dari pada zaman IAIN. Salah satu contohnya, MAHASISWA DARI ZAMAN IAIN JAKARTA belum ada yang bisa JADI PRESIDEN RI. Tapi lihat mahasiswa (dari masa) UIN Jakarta, INSYAALLAH ada yang jadi Presiden.

Rengekan Ala Muda (RAM)

Rengekan ala muda, remaja kekanak-kanakan memelukku. Dekapan mesra hina tapi memabukkan.. Aku mabuk kepayang.
Aku ikut menikmatinya. Dia memelukku erat dari belakang. Tak tahu, sebelumnya ia datang dari mana.
Di dapur hati ini aku sendiri. Semua penghuni rumah jiwa telah pergi. Sebagian terlelap dalam tidur pagi nan panjang. Saat aku termenung di depan kompor itu, dia menyergapku. Aku menoleh dan menengok, mencari tahu siapa dia. Alangkah kagetnya, di usia tua ini rengekan ala remaja masih berani menggodaku. Melankolis.
Tepat kala ku menolehkan wajah, dia menusuk mulutku dengan pisau tak bertulang. Lidahnya.
Ah…, bau mulut itu membuatku makin bernafsu.
Aku kuasai diri. Ku ayunkan pukulan ke perutnya agar dia menjauh. Tapi hatiku memeluknya erat. Ia semakin beringas.
Ia menangkapku, merebahkankanku di atas ranjang lamunan. Kini hatiku menolak, berusaha menendang-nendang dia. Tapi sekucur tubuhku pasrah tak terkira. Gemetar dan berkucur keringat tak terkira. Aku semakin terbang tak tauu entah kemana entah dimana. Penasaran atas apa yang terjadi
An…
Aku nggak kuat, aaaaaaaaaa ..ing
Aku sudah tua, Dunia menantiku
Aaaaaaaaah jantungku berdegup keras.
Mati aku, oh tidak o ya ooooh ya oh yaaaaa
Annnnn….ing…….

Sabtu, 08 Agustus 2009

Nasib Patahan Budaya IAIN/UIN Jakarta Ciputat

MS Wibowo - Puluhan mahasiswa saling berkomplot di bawah rindangnya pohon, teras-teras fakultas dan rerumputan. Asap rokok mengepul makin tinggi. Terdapat segelas kopi hitam di tengah lingkaran para pecandu diskusi itu. Bila kopi tinggal beberapa milli dari dasar gelas, pertanda diskusi terancam putus. Kecuali bila diisi ulang.

Situasi tersebut membuat buku menjadi lubang penyimpan kekayaan dan persenjataan individu, yang kapanpun bisa diambil. Barangsiapa menjauhi buku, konsekwensi paling minimnya ialah akan tampak culun, berwawasan sempit dan lingkungan akan menganggapnya pemalas.

Dalam kondisi ini, ratusan teori dan wacana berevolusi menjadi karya tulis atau opini yang dimuat media lokal maupun nasional. Hal ini adalah syarat yang harus dicapai jika ingin dianggap sebagai manusia yang layak disebut mahasiswa.

Teori dan wacana yang diadon matang, mewujudkan gagasan dan solusi bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama. Tak hanya sebatas wacana, hal itu juga selalu coba diaplikasikan dan didakwahkan. Meski kadang masyarakat malah mencaci dan membenci.

Masyarakat awam biasanya selalu ingin memertahankan apa yang sudah turun-temurun dari zaman dulu. Padahal kehidupan selalu berkembang dan berubah. Karenanya para intelektual selalu berusaha menangkap hakikat sesuatu atau misalnya ajaran Nabi, agar selalu kontekstual dengan zaman.

Kultur di atas terjaga sejak kepemimpinan Rektor Harun Nasution. Laiknya sebuah batang panjang yang tak diketahui ujung akhirnya. Tapi pada kisaran tahun 2000 batang itu retak dan patah sekitar tahun 2004. Sebuah patahan yang meninggalkan puing atau kepingan.

Kepingan itu adalah angkatan 2005 (selanjutnya disebut keping). Sekeping generasi yang mewarisi tradisi patahan pertama (zaman Harun Nasution-2004), tapi jatuh terjebak dalam lingkungan dan kultur baru di patahan kedua (angkatan 2006 - ). Keping ini terus menerus terbawa arus zaman dan melebur bersamanya tapi tak menyatu. Terbawa keterasingan bagi yang ingin memaksakan kembali dalam patahan pertama, dan mengalami kebingungan bagi berusaha menyatu dengan patahan kedua.

Dari hari ke hari, masa ke masa, keping makin terasing terhadap zaman, ruang dan budaya yang ada. Tak mungkin kembali ke patahan pertama. Karena seiring estafeta waktu, patahan kedua makin menjauh dari patahan pertamanya. Dan patahan kedua menawarkan banyak kesenangan dan kesuksesan semu. Tawaran-tawaran itu membuat banyak orang bergabung dengan gaya hidup dan budayanya. Dan Keping pertama makin menderita dengan keterasinganya. Ia meratap dan terus meronta...

Bersambung...

Kerabo

MS WIBOWO - Kerabo. Aku belum pernah kesana. Tapi tempat itu menyadarkanku bahwa dia muak dengan semua jalan yang telah kita lalui. Jalan yang berulang. Dia yang pertama kali mengajakku kesana. Tapi aku yakin dia akan mengelak pernyataan terahir ini. Dia pasti akan menyatakan, akulah yang dulu mengajak dia kesana.

Dan kami saling berdebat menuduh. Ujung perdamaian kami akan berkata, bukan aku dan dia yang berjalan ke situ. Tapi sesuatu yang lain. Sesuatu seperti api. Dan dalam hati masih saling menuduh satu sama lain. Oh.., apakah ini harus diakhiri dengan keotentikan diri? Aku belum sanggup. Tapi coba kupersiapkan. Karena jawaban-jawaban dinginnya yang tak bersahabat. Oke.

Senin, 03 Agustus 2009

Pengganti Imamku, Iblis

MS Wibowo - Aku tahu dan aku sadar, Iblis atau setan atau apalah namanya, telah bersarang lama di otakku, di hatiku dan menyatu dengan jiwaku.
Ia sering menjadi pengganti Jiwa Murniku untuk memimpin ragaku. Aku ingin sekali mengurungnya, agar tak semena-mena menjadi imam ragaku. Keinginan ini ada sejak kecil. Sejak masa sebelum aku usia TK. Sebab selama itulah ia selalu datang menengokku, lalu membimbingku. Dan sebagai martir aku patuh, meski sesudahnya aku menyesal.
Biasanya, seorang yang berkuasa, akan melukai atau menciderai orang yang diperintah, bila perintahnya tak diindahkan. Tapi Iblisku beda. Sebaliknya ia akan menciderai hati dan ragaku kala aku tunduk menjalankan perintahnya.
Aku sadar itu. Walau begitu, aku tetap menjalankan perintahnya. Kau tahu kan, aku adalah martir.
Jiwa murniku atau Raja Jiwaku, sebenarnya dendam padanya. Tahukah engkau bahwa Raja Jiwaku seorang wanita? Dan Iblisku adalah seorang pria? Mereka melakukan perselingkuhan terlarang. Perselingkuhan memang terlarang kan? Mereka sering melakukan perbuatan mesum. Kau tahu itu apa? Ya, mereka sering ML.
Aku tahu, sebenarnya Raja Jiwa sering menolak saat diajak berhubungan. Tapi juga kadang pasrah bahkan mengharapkan. Tapi baik terpaksa atau tidak, raja jiwaku pasti selalu menikmati hubungan itu. Batinnya menolak, tapi satu sisi ia tak sanggup menyingkirkan dan menyembunyikan rasa senangnya.
Gelagat Sang Raja Jiwa itu tak dapat disembunyikan. Iblis pun mengetahuinya. Maka tanpa rasa bersalah, ia pura-pura memaksa Raja Jiwa agar mau menuruti nafsunya. Padahal tanpa paksaan pun Raja Jiwa mau. Pemaksaan itu hanya syarat belaka.
Setelah hilangnya rasa nikmat itu, Raja Jiwa merasa apa yang terjadi itu salah. Tapi tak mungkin dipungkiri bahwa ia sering menginginkan hubungan itu kembali secepatnya. Menunggu Iblis melakukan paksaannya. Eh, maksudku pura-pura memaksa.
Nah, ketika Raja Jiwa benar-benar sadar bahwa dirinya diperalat, ia melapor pada martir-martirnya, seperti Aku. Lalu memerintahkan kami mengusir Iblisku. Tapi percuma, rumah ini telah menjadi milik Iblis juga. Selain Raja Jiwa, Iblis juga pemimpin kami. Kami tak bisa menolak saat ia memerintah.
Raja Jiwaku terjebak dalam perasaan salah dan menyalahkan. Akupun menyalahkannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Sebab Iblis selalu menerorku dan juga Raja Jiwa. Iblisku datang tak kenal waktu. Sesering mungkin. Tak peduli kala ramai atau sepi.
Dia pandai. Tak peduli kala ramai atau sepi, ia datang saat aku dan Raja Jiwa melupakan kebencian padanya. Dia datang untuk memperbarui kebencian yang sebentar nanti musnah. Lalu ia munculkan kembali dan seterusnya.
Dia datang dengan senyuman dan tongkat sabitnya. Mengenakan jubah hitam panjang yang menutup kepala hingga ujung kaki. Tak ada yang melihatnya selain aku. Raja Jiwa bahkan tak pernah benar-benar sadar ia datang, sebelum tiba-tiba iblis itu menyergapnya. Dan langsung mengambil alih kekuasaan.
Raja Jiwa kadang setengah meronta. Tapi ya percuma. Iblis menyergapnya bukan setengah-setengah. Akhirnya, terulanglah tragedi itu. Karena mereka sama-sama menikmati.

Kamis, 30 Juli 2009




Ya, tapi bukan itu yang penting sayang. Dan Aku makin sadar, mungkin kau akan lebih baik tanpaku.
.

Kini tak Ada yang meluluhkanku lagi,,
.
.
.memang haruskah kusendiri. paksa jiwa kosongkan raga?


Saat, jingga langit senja makin menghilang
Tertusuk cahaya lampu remang-remang.
Debu menimbunku dalam langkah yang berisik. Memantulkan irama alam,
kurung cintaku...
/

/
mfin mas ya sayang, mas tadi terlalu terbawa emosi,,
mas sayank... banget ma kamu,,
cinta kadang membuat orang kehilangan kedewasaan
,
'
.
Tiada yang bisa kuharapkan kecuali sendiri
Tiada yang bisa menolong kecuali sendiri
Aku tak boleh terlalu percaya padanya
karena ia jarang menyimpan kata-kataku.
Bersiaplah untuk kemungkinan yang pahit

yaah, haruslah diterima dengan lapang dada.. apa saja.. hehe

Anak Muda,,, sedihlah, menangislah,,, aku juga pernah mengalami hal itu,,
enak ya kali jadi orang dewasa....?
AKu mau menjadi yang ku mau, inginku harus kurengkuh...


Jumat, 24 Juli 2009

Hidup Sesudah Mati, Mau ngapain ya?



Oleh MS WIBOWO

Mati atau kematian adalah fakta. Tak seorangpun mampu menolaknya. Tapi sampai sekarang, hal ini masih misteri. Pasalnya, belum ada orang kembali dari alam kubur dan menceritakan keadaan di sana. Jika orang tak percaya adanya Tuhan atau akhirat, hal itu bisa dimaklumi atau ditolerir. Tapi kalau orang tak percaya akan kematian, hal ini tak mungkin bisa ditolerir. Sebab, kematian adalah fakta, sedangkan akhirat bukan fakta melainkan suatu keyakinan yang diperkuat dengan agumen-argumen logis.

Banyak pemikir menyibukkan diri dan berusaha mengungkap teori tentang kematian. Sigmun Freud misalnya, mengatakan bahwa hal yang paling ditakuti manusia adalah kematian. Karena kematian tak dapat ditolak, manusia mencari perlindungan kepada hal yang bersifat supranatural, yakni Tuhan. Tuhan, tutur Freud, adalah imajinasi manusia itu sendiri, yang seolah-olah bisa membantu menyelesaikan misteri yang paling ditakutinya. Jadi menurut Freud, manusia yang percaya Tuhan adalah manusia lemah yang butuh perlindungan dari zat yang lebih besar. Hal ini tak ubahnya seperti anak kecil yang masih butuh bimbingan dari kedua orang tuanya.

Sementara Sartre, seorang tokoh eksistensialis yang sangat menegaskan kebebasan manusia, pada ahirnya mengakui bahwa manusia tak bebas lagi manakala menghadapi kematian. Bagi Sartre maut adalah suatu yang absurd. Ia tak dapat ditunggu, melainkan hanya diharapkan kedatangannya. Tapi kapan datangnya maut, kita tak dapat memastikan. Lebih lanjut Sartre mengatakan, dengan kematian, eksistensi berakhir dan kita kembali ke esensi.

Konsep tentang kehidupan sesudah mati terdapat hampir di semua agama-agama besar di dunia. Baik agama samawi maupun agama ardi. Agama Budha misalnya, menekankan pada nirwana, yakni Keadaan yang tidak ada atau tidak bertepi. Menurut kepercayaan agama Budha, selama berada di dunia, jiwa manusia terpenjara di dalam tubuh. Untuk membebaskannya, ia harus menyucikan diri dari rayuan hawa nafsu agar dapat kembali ke alam spiritual yang tak bertepi.

Sementara dalam agama Hindu, kelahiran kembali atau reinkarnasi menjadi ajaran pokok karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi perbuatan manusia di dunia. Jika semasa di dunia tak dapat melepaskan diri dari keinginan duniawinya, maka ia akan terlahir kembali dalam bentuk manusia atau mahluk lainnya. Sebaliknya, jika ia mampu melepaskan diri dari ikatan-ikatan duniawi, maka ia akan mengalami moksa, yakni bersatunya roh dengan Sang Hyang Widi. Moksa dalam ajaran Hindu merupakan tujuan hidup umat Hindu. Ketika moksa manusia tak hanya bersatu dengat zat tertinggi, tapi juga mengalami kebahagian dan ketentraman.

Dalam Agama Islam, kehidupan sesuadah mati adalah kehidupan yang hakiki. Karena diyakini bahwa kehidupan di akhirat, lebih tinggi dari kehidupan di dunia. Kitab Suci umat Islam, yakni al-Quran, banyak di dalamnya ayat yang menerangkan beberapa gambaran tentang kehidupan sesudah mati. Dimana, setiap manusia akan diminta pertanggungjawabannya atas segala perbuatan semasa hidup di dunia. Amal-amal perbuatan manusia akan ditimbang. Hasilnya, jika amal baik lebih berat dari amal buruknya, maka ia akan ditempatkan di surga. Sebaliknya, bila amal buruknya lebih berat, maka neraka menjadi suaka bagi mereka. Keyakinan-keyakinan semacam ini tak hanya ada dalam Islam, tapi terdapat pula dalam agama Kristen dan Yahudi.

Kehidupan Sesudah Mati Sebagai Doktrin Agama

Manusia, sebagai mahluk yang dikarunia akal dan nafsu, selalu memiliki keinginan-keinganan dan tujuan-tujuan tertentu dalam hidupnya. Tak jarang, tujuan dan keinginan tersebut saling bertentangan antara satu dan lainnya. Bahkan terkadang, demi mencapai hal yang diidam-idamkan, sifat rakus manusia menyetir untuk menghalalkan segala cara. Sehingga timbullah saling tindas menindas dan sebagainya. Kondisi tersebut, kerap menimbulkan ketidakadilan.

Ketidakadilan, juga sering terasa bila kita melihat golongan atau oknum yang berbeda dengan kita. Misalnya antara rakyat dan penguasa. Antara orang kaya dan dan orang miskin. Contoh kasus, seorang koruptor yang tak mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya, akibat politik uang dan kelicikannya memermainkan hukum. Sementara yang bekerja keras dan jujur tetap tersinggirkan, tapi yang malas dan tak jujur hidup mewah dengan harta melimpah dan menduduki jabatan yang tinggi. Keadaan semacam itu, membuat manusia ingin mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Keadilan semacam itu hanya bisa ditegakkan oleh Sang Maha Adil, yakni Tuhan. Dan bila keadilan di dunia tak terlaksana, kaum agamawan yakin bahwa keadilan Tuhan akan dilangsungkan di akhirat kelak.

Inilah doktrin hidup yang diajarkan hampir di semua agama. Tujuannya tak lain agar manusia berbuat baik dan berakhlak mulia. Meskipun kebenaran dari keadilan Tuhan di akhirat belum bisa dibuktikan secara riil, tapi siapapun orangnya pasti tak ingin disiksa dan dibakar dalam kobaran api neraka. Dan telah menjadi kodrat manusia, akan bahagia dan senang bila ditempatkan dalam surga, yang digambarkan penuh dengan kesenangan dan kebahagiaan.

Penegakan keadilan di akhirat adalah argumen moral yang mendukung keabadian pribadi sesudah mati. Sebagaimana diungkapkan Immanuel Kant, setiap manusia memerjaungkan nilai moral yang tertinggi. Dengan matinya seseorang, tak semua kesempurnaan moral tercapai di dunia. Kesempurnaan itu hanya bisa dicapai kalau ada kelangsungan hidup sesudah hidup yang sekarang.

Wujud Manusia Ketika Bangkit Kembali

Mengenai bagaimana manusia dibangkitkan setelah mati nanti, para pemikir dan filsuf agama berbeda pendapat. Al-Ghazali menolak pandangan para filsuf tentang kebangkitan jiwa saja. Menurutnya, Tuhan mampu menciptakan manusia dari tiada menjadi ada. Maka, akan lebih mudah lagi membangkitkan yang pernah ada dari pada yang belum pernah ada.

Berbeda dengan Ibn Rusyd yang menyatakan bahwa yang dibangkitkan kelak hanyalah jiwa belaka. Penggambaran dalam al-Qur’an mengenai kebangkitan yang bersifat badani, menurut Ibn Rusyd hanyalah penjelasan untuk orang awam saja. Dalam kitabnya Tahafut at-Tahafut, ia menambahkan bahwa Nabi pernah menggambarkan akhirat dengan ungkapan yang lebih bersifat ruhani, ‘surga itu tidak dapat dilihat, didengar dan terlintas dalam hati manusia.’ Ibn Abbas juga pernah berkata, “di akhirat itu tidak ada yang seperti di dunia kecuali nama-nama.” Di pihak lain, Ibn Sina berpendapat bahwa yang bangkit setelah mati adalah jiwa manusia. Menurut Ibn Sina, jasad dan jiwa diciptakan bersamaan. Namun jiwa bersifat kekal. Jiwa tidak rusak dan tidak rusak. Sedangkan jasad sebaliknya.

Sains modern menyatakan, kepribadian atau kejiwaan manusia berpusat pada otaknya. Jika ia mati, maka otak tak berfungsi lagi. Dengan kata lain, kepribadian atau sifat kejiwannya pun ikut musnah. Tapi hipotesa ini tak memunyai bukti yang dapat menyatakan benar atau pun salah.Terkait hal ini, Harun Nasution menulis, selain memunyai fungsi produktif diantara benda-benda materi ada yang memiliki sifat transmitif (meneruskan). Di sini otak manusia memiliki fungsi transmitif bukan produktif. Otak tak memiliki fungsi produktif, melainkan di baliknya ada ada yang menggerakkan otak untuk membina manusia. Sebagaimana yang diungkapakan oleh Henri Bergson, otak adalah alat akal. Tanpa otak, akal tak dapat berfikir.

Percaya kepada kehidupan seseorang sesudah mati mungkin mempunyai arti lain. Ada kelangsungan hidup dalam arti biologi, yakni kelangsungan benih dari generasi ke generasi lain. Dalam arti ini, tak ada kelangsungan hidup di hari kemudian. Ada pula kelangsungan hidup secara sosial, atau warisan pengaruh atau sumbangan social. Hal ini biasanya tidak menjadi masalah. Terdapat sedikit orang yang menjadi tersohor dalam sejarah, pengaruhnya atau sumbangannya tetap berlangsung walaupun ia mati. Ada pula kelanggengan impersonal, yang berarti orang atau jiwa menjadi satu dengan asalnya, atau jiwa alam, atau zat yang mutlak.

Asketisme

Di samping itu, perbincangan persoalan-persoalan eskatologi melahirkan asketisme. Sebuah pandangan hidup yang menjadikan alam akhirat sebagai tujuan utama dalam hidupnya tanpa melupakan kewajibannya di alam dunia.
Begitu besar pengaruhnya perbincangan tentang eskatologi sehingga ia sering juga diartikan dengan realitas surga dan neraka. Bahkan, gambaran kronologis tentang keduanya telah diungkapkan di dalam Kitab Suci.

Berita-berita maupun tanda-tanda tentang hari akhir banyak disinggung di dalam al-Qur’ān. Banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan erat dengan kebangkitan dan kehidupan setelah mati. Bahasa-bahasa yang digunakan sebagai simbol yang menunjukkan kepastian Hari Akhir beragam sekali seperti Hari Penegasan (Yawm al-Qiyāmah), Hari Akhir (al-Yawm al-Ākhir), Hari yang Dijanjikan (al-Yawm al-Maw‘ūd), Hari Keputusan (Yawm al-Fashl), dan lain sebagainya. Seperti yang tercantum di dalam ayat yang berarti: “Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari (yang pada waktu itu ditup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.”

Dari seluruh bahasa simbol tentang hari akhir (eskatologi) yang digunakan di dalam al-Qur’ān, pada hakekatnya, hanya mengandung satu pesan yakni keimanan. Dengan kata lain, eskatologi di dalam Kitab Suci tersebut selalu identik dengan keimanan. Banyak sekali ayat-ayat yang menyandingkan keimanan kepada Tuhan dengan hari akhir (eskatologi), di antaranya: “Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan akan adanya kehidupan (akhirat).


Minggu, 28 Juni 2009

UIN Jakarta Dan Kiamat


MS Wibowo - Di sela waktu Ujian Akhir Semester Rabu (24/6) lalu, seorang teman bertanya, mengapa banyak orang takut dan ngeri akan hari kiamat? Mengapa banyak manusia risau akan datangnya bencana global warming yang akan menghancurkan dunia? Bukankah jika semua hancur, segala masalah di dunia akan berakhir pula? Dan kita tak perlu menanyakan lagi, kenapa ketimpangan sosial masih terjadi? Termasuk apa atau siapa yang salah, manusianyakah atau sistem negaranya, semisal demokrasi?
Teman tersebut menambahkan, hidup ini sungguh tak jelas. Manusia selalu dihadapkan pada masalah. Padahal kalau kita mau kompak, semua masalah itu akan tiada. Misalnya, seluruh dunia bergotong-royong merakit nuklir secara paralel mengelilingi bumi lalu diledakkan bersamaan. Hancurlah bumi beserta kemiskinan dan masalah-masalah lainnya. Termasuk pusing memikirkan bayaran kuliah dan kebutuhan hidup?
Kenapa mesti takut akan hancurnya dunia ini? Kehidupan manusia itu membosankan. Perhatikanlah, rantai kehidupan manusia tak ubahnya pengulangan-pengulangan yang telah terjadi sejak zaman purba. Manusia lahir, kecil, lalu dewasa terus sekolah, kuliah, kerja, kawin, punya anak, kecil yang akan mengulang hal sama?
Ungkapan teman tadi mungkin ada benarnya. Karena manusia adalah makhluk yang dikutuk untuk memaknai. Di manapun dan kapanpun, indera manusia selalu mengalami perjumpaan dengan hal di luar dirinya. Dalam perjumpaan itu, manusia selalu memaknai apa yang ia jumpai. Termasuk kehidupan yang telah berlangsung sejak jutaan tahun silam ini.
Teman tersebut di atas memaknai hidup sebagai rutinitas yang berulang-ulang. Itu karena dia memandang hidup secara umum. Padahal kalau kita terjun langsung pada kehidupan secara lebih spesifik, tak demikian adanya. Sama halnya dengan kita melihat wilayah geografis Indonesia beberapa puluh kaki di atas angkasa. Maka yang terlihat hanya seonggok bongkahan-bongkahan hijau yang tersembul di atas perairan. Padahal kalau kita mendarat di atas bongkahan pulau-pulau itu, kenyataan akan berubah. Menjadi komplek, begitu ribet penuh perjuangan dan tantangan.
Perjuangan menjalani rute yang berulang-ulang tadi menjadi berdarah-darah. Aktivitas mengungkap makna kehidupan menjadi sangat rumit dan penuh gesekan antar sesama makhluk. Namun itu merupakan fitrah manusia. Sebagaimana kita tahu, manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan berbeda-beda pola hidup, pikiran, perasaan dan lain-lain. Beda dengan malaikat, binatang, tumbuhan dan sebagainya. Mereka semua satu tipe, satu pola hidup. Serba satu, tanpa beda kecuali wujud fisiknya.
Soal mengenai hidup, adalah masalah klasik yang hingga kini tak ada jawaban memuaskan tentangnya. Dan hidup memang bengal. Kadang terasa indah, tapi tak jarang begitu memuakkan dan terlihat tak penting. Aku sering yakin, rata-rata manusia, terutama kaum awam umat beragama, memandang hidup ini merupakan ujian. Ujian yang akan mengakibatkan manusia mendapat hasil dua macam. Surga dangan segala nikmatannya, dan neraka dengan segala siksanya. Jadi kesusahan hidup coba dihalau dengan ketakutan masuk neraka.
Tapi tetap saja kehidupan ini menjadi misteri. Kenapa ada kehidupan? Apakah Tuhan merasa kesepian, sehingga menciptakan makhluk bernama manusia untuk menghibur kesendiriannya? Atau benarkah pandangan para saintis, bahwa dunia dan kehidupan di dalamnya ini hanya berupa serangkaian kejadian yang terjadi secara acak tanpa ada tujuan di balik adanya dunia?
Ketidakjelasan ini pun dimiliki manusia. Rutinitas berulang-ulang jalan hidup manusia seperti terpapar di atas adalah salah-satunya. Lalu masalah ekonomi juga menjadi hal penting yang diperebutkan manusia. Masih banyak lagi persoalan manusia. Antara lain, karena orang kaya selalu bisa menikmati fasilitas lebih daripada orang miskin, munculah pertanyaan apakah uang/harta merupakan sarana mutlak untuk menjadikan hidup menjadi penting? Pertanyaan ini dijawab tidak karena nyatanya orang kaya juga banyak yang hidup susah dan menderita secara batin.
Salah-seorang dosenku mengatakan, hidup ini menjadi penting manakala kita bisa menjadi bermakna/berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Intinya masalah kepuasan batin. Tapi seperti apa sebenarnya yang disebut bermakna. Kadang kita merasa bahwa keberadaan kita dalam sebuah komunitas begitu dibutuhkan. Orang di sekitar kita merasa bahagia dengan adanya kita. Itulah kadang yang disebut bermakna.
Memang kadang saat kita merasa berarti bagi orang lain hidup kita terasa indah dan penting. Tapi toh, kegiatan semacam itu hanya berlalu sesaat saja. Selebihnya kita lebih banyak sendiri. Dalam kesendirian yang lebih lama inilah hidup kita kembali tak berarti. Padahal kondisi ini lebih lama dari pada saat kita membantu orang lain, misalnya.
Manusia memang benda atau makhluk yang tak henti-henti memaknai. Kegiatan memaknai itu laksana mengisi gelas tanpa alas alias bolong. Sampai kapanpun kita mengisi, gelas itu takkan pernah penuh. Dan karena itu manusia sering frustasi. Seolah tak ada hal lain yang bisa kita jalani.
Dalam hidup ini selalu ada kemungkinan dan selalu banyak pilihan. Oleh sebab itu, hidup ini takkan pernah terasa hambar. Selalu ada pilihan lain dan banyak jumlahnya. Misalnya kita terancam akan sesuatu. Kita bisa melawan atau menghancurkan ancaman itu. Atau kita bisa kabur atau juga bunuh diri agar terhindar dari ancaman itu. Satu-satunya pilihan yang tak punya kemungkinan lain untuk dipilih manusia hanyalah mati.
Sumber gambar: http://himastron.as.itb.ac.id/

Senin, 08 Juni 2009

Frustasi




Titik Jenuh, koma kejenuhan.
tanda seru tanda tanya
garis finis, finish,,, atau tengah lapangan,

Berabaring melayang bersama angin,, burung-burung dan awan
menari, tarian penghibur diri
tertawa seolah-olah

Atas tak terlihat, Bawah Kabur
diujung sana, kanan kiri hanya biru langit
termasuk di atas kepalaku,,,
karena aku terbaring,,, di angkasa
Bawahku hitam kelam, kadang ada berkas putih berkilau
kadang krumunan buasa riak laut, sepertinya...

Tak Ada yang tahu aku, tak ada yang mau peduli,, karena tak tahu,, barangkali...
Atau buat apa peduli,,
Ya, aku yakin mereka ada,,
sama sepertiku, melayang
meski mengatakan suatu kepastian mematikan
Empat tambah empat delapan

[MS Wibowo]



Senin, 18 Mei 2009

Muslim Indonesia Jangan Ucapkan Insya Allah ketika berjanji

MS Wibowo - Setiap hendak mengucapkan janji, seorang muslim biasanya mengucapkan Insya Allah. Kalimat ini diucapkan sebagai pernyataan bahwa Allah-lah Dzat yang Maha Kuasa. Selain itu, kalimat ini juga menyiratkan manusia sebagai mahluk lemah yang tak mengetahui aral atau rintangan yang akan menghadang jalan kita ke depan.
Insya Allah diucapkan setelah niat menepati janji tertancap dalam hati. Kalimat ini bisa berarti, ‘ya saya pasti datang atau ya saya bisa, kecuali ada halangan diluar kemampuanku untuk datang memenuhi janji’. Tapi umumnya, di Indonesia kalimat ini tak berfungsi demikian. Insya Allah sering menjadi pengganti kalimat ‘bisa ya bisa tidak’. Misalnya kita menjawab pertanyaan atau harapan, “Nanti datang ya?”. Jawaban yang terlontar biasanya, “ya” atau “ya Insya Allah”. Dengan mengucapkan Insya Allah, seolah-olah kita telah berhak datang atau tidak, semau kehendak kita. Padahal, dalam Insya Allah kita hanya boleh melanggar janji bila ada halangan di luar kemampuan kita.
Karena itu, bagi manusia Indonesia yang mengimani bahwa Tuhan Maha Kuasa, Maha Tahu yang terbaik buat kita, maka jangan mengatakan Insya Allah setiap berrjanji. Sebab, baik mengucap Insya Allah atau tidak, kuasa Allah tetap ada dan tak terhalang. Lagi pula, kalau kita tak menepati janji akibat hal di luar kemampuan kita, orang yang menunggu janji kita akan memahami.
Insya Allah di Indonesia tanpa sadar telah menjadi topeng kemunafikan. Kemunafikan yang kita amini bersama dengan diam-diam. Kita menyembunyikan kata ‘tidak’ dibalik Insya Allah agar seolah-olah terdengar ‘ya’. Karenanya, mulai saat ini, Jangan ucapkan Insya Allah saat berjanji, untuk menghindari tumbuhnya kemunafikan dalam diri. Bukan mendahului kehendak Tuhan. Melainkan lebih pada ketegasan kita sebagai seorang muslim, seorang Indonesia. Dengan demikian kita telah setapak menjadi bangsa yang tegas. Sekali lagi, kehendak Tuhan kapanpun tetap tak terhalang. Manakala janji kita terhalang oleh sesuatu diluar kemampuan, orang yang menunggu kita pasti akan mentolerir.

Jumat, 08 Mei 2009

Hidup Rutinitas Purba

MS WIBOWO - Seingatku, aku tak pernah, atau sangat jarang mengganggu orang. Dan aku jarang mencibir orang yang beda denganku. Baik secara penampilan, maupun pandangan. Tapi di sekitarku tak sedikit orang yang menganggapku aneh dan menganggapku Hina. Apa sebenarnya yang mereka mau? Apa mereka telah menemukan arti hidup. Yang rutenya hanya mengulang rutinitas purba?


Kecil-Sekolah-Kuliah/Sekolah-Kerja-Nikah-Punya anak-kecil lagi-Sekolah-Kuliah-Kerja-Nikah-Punya anak-Kecil lagi

APa hidup seperti itu saja......?

Selasa, 21 April 2009

Terapi Bete Ala Super Postmodern

Oleh MS Wibowo
Seri UIN Jakarta Seabad Mendatang

Tahun 2149 diperingati sebagai tahun BT (Boring Time) sedunia. Di tahun ini, sebagaimana dibayangkan kebanyakan orang 100 tahun lalu, kehidupan di dunia sudah super duper canggih. Serba mudah dan ultra mewah. Teknologi membantu manusia keluar dari segala masalah yang ada, serta selalu mampu mewujudkan impian dan keinginan.
Surga misalnya, yang pada tahun 2009 silam dikatakan ada setelah mati, ternyata bisa diciptakan di dunia dengan teknologi yang telah memadai. Tahun 2149 ini, semua gambaran tentang surga, bisa dibuat dan diadakan di dunia dengan sangat mirip sekali.
Bayangkan saja, siapapun orangnya yang menginginkan sesuatu pasti terkabul. Ingin punya mobil, tinggal pesan. Harga mobil seperti harga sebatang rokok tahun 1998 silam. Mau makan ini, itu, ada robot gratis dari pemerintah yang dibagikan ke semua warga negara. Robot ini bisa menyediakan ratusan ribu menu masakan dunia, bahkan resep masakan yang terbersit dibenak kita yang belum ditemukan oleh koki manapun.
Bidadari di surga, bisa diciptakan. Karena dengan bantuan teknologi, istri kita bisa berubah menjadi seribu macam wanita cantik. Begitu juga dengan gambaran Kitab Suci tentang surga yang di bawahnya mengalir sungai (Jannatin tajri min tahtihal anharu), bisa dibuat pula oleh manusia. Teknologi ini memanfaatkan tragedi bencana global warming yang melanda dunia pada tahun 2022. Ketika itu, hampir seluruh pulau di Indonesia terendam air laut. Namun karena canggihnya teknologi, manusia Indonesia bisa hidup di atas air, laksana istana nabi Sualaiman AS, saat menyambut kedatangan Ratu Bilqis.
Di tahun 2149 ini, nyaris tak ada keinginan manusia yang tak bisa dituruti, keculai untuk tidak mati. Tapi lama-kelamaan, setelah mencapai puncak kemauan yang tak pernah habis, manusia merasa kangen dengan rasa BT (Boring Time).
Adalah Ciputat (sebuah kecamatan/distrik yang terletak di pinggir selatan kota Jakarta) yang mendobrak semua kebahagiaan itu. Sebuah kelompok bernama Komunitas BT Abis, membuat terapi BT Super Postmodern atau Terapi BT Super Postmo. Tujuan dibentuknya komunitas ini adalah, agar manusia bisa menikmati, rasa BT, Pusing, Bingung dengan segala masalah yang ada seperti seratus tahun lalu.
Memanfaatkan bantuan teknologi pula, manusia yang ingin memakai fasilitas BT Super Postmo dihadapkan dengan berbagai persoalan dan keadaan sehingga ia akan merasa BT, Pusing, Bingung dan sebagainya. Tiap orang bebas memilih BT macam apa. Ada BT karena diputusin pacar, pacar selingkuh, nggak ada kegiatan, dihadapkan dengan berbagai pikiran, disuruh ngerjain banyak tugas oleh dosen, guru, bos dan sebagainya.
Dalam menikmati paket-paket BT ini, para BTer (sebutan buat orang yang ingin BT) tidak diperkenankan menggunakan teknologi macam apapun, supaya bisa benar-benar bingung dan tak tau harus ngapa dan gimana.
Hari berganti, kian lama komunitas ini makin banyak peminatnya. Banyak orang ketagihan dengan bermacam paket BT. Apalagi registrasinya cuma Rp.10.000 sekali BT. Namun karena keseringan memakai fasilitas BT Super Postmo ini, timbul efek negatif yang diderita para pelanggan, yaitu banyak yang kebablasan pusing terus jadi gila. Bahkan telah memakan korban jiwa bunuh diri karena tak kuat menahan rasa BT. Namun anehnya, orang-orang tak merasa ngeri tapi malah tertantang. Walhasil kisruhlah Indonesia disesaki orang-orang BT.
Pemerintah RI berusaha menenangkan kondisi ini. Tapi selama dua tahun tak mampu menemukan siapa penggagas awal ide gila itu. Akhirnya, pihak birokrasi Universitas Negeri Ciputat (dulu UIN Jakarta) tampil sebagai pahlawan. Ternyata otak sang empunya ide pertama itu adalah mahasiswa FISIP semester VII bernama Sumanso. Ditangkaplah dia. Setelah dibawa ke pos Satpam, ia dilarikan ke Polsek Ciputat untuk diintrograsi lebih lanjut. Saat ditanya, kenapa dia menciptakan ide gila itu sehingga banyak menelan korban gila? Sumanso menjawab, Biasa aja kaleeeee.

**Tulisan ini terinspirasi dari buku Blakc Interview, karya Andrea Syahreza

Jumat, 17 April 2009

Tuhan, kenapa Engkau Minta Tumbal

MS WIBOWO-Tuhan, Oh Tuhan. Engkau adalah tempat berteduh dari kegersangan dan keabsurdan hidup. Kau selalu jadi tempat meminta. Engkau tempat curhat di tiap malam sunyi. Kau selalu diharapkan memberi ketenangan dan menerangi hati hambamu.
Tapi mengapa, manusia tega menghalalkan darah manusia lainnya atas nama-Mu? Perang yang hingga kini berkobar juga atas tajuk membela-Mu. Bahkan kawan-kawan ormas Islam, yang menamakan Pembela agamamu, dengan tanpa rasa bersalah merusak rumah ibadah dan memukuli serta menghalalkan darah manusia lainnya. itu semua atas dasar mengagungkan nama-Mu ya Tuhan.
Apakah itu semua merupakan tumbal yang harus kami serahkan kepadamu demi mendapat ketentraman jiwa. Demi menghilangkan dahaga rohani, apakah kawan-kawan kami sesama manusia yang beda agama harus kami halalkan darahnya. Demi Engkau ya Tuhan. Atau kami harus menghancurkan badan ini, yang berakibat menghancurkan sekitar kami seperti Imam Samudera dan kawan-kawan? Hanya demi Engkau ya Tuhan?
Perang Palestina-Israel berkobar juga atas nama-Mu ya Robbi. Pasti Engkau tak akan mau disebut biang kekacauan dunia kan? Begitu pula hamba-hambamu. Aku yakin, Engkau ada di dalam hati setiap orang. Tak peduli agamanya. Karena agama dalam sejarahnya selalu menjadi alat politik untuk menggerakkan manusia agar saling bunuh. Dengan pedang mereka, dengan bom mereka, dengan senapan mereka dan dengan tank-tank baja.

Caleg Stress Karena Tak Kenal Tuhan

MS Wibowo-Uuuuooghhh, aku buka Facebook, ternyata banyak kawan-kawan yang sibuk ngobrolin caleg stres. Baik stres karena menang atau yang shock karena kalah.
Tapi ya sudahlah, itu tandanya calon-calon wakil rakyat kita memang tak siap menghadapi kenyataan hidup. Apalagi kenyataan bangsa yang semrawut ini. Bbeeerhhh, pasti tambah mumet.
Mereka mungkin kurang mengerti makna hidup. Bisa jadi juga karena mereka tak punya orientasi hidup yang jelas. Padahal rata-rata caleg itu orang beragama. Tapi, agama yang kerap menjadi dasar setiap individu dalam menjalani hidup, tak mampu menentramkan jiwa mereka. Sehingga sampai ada diantara mereka yang gila bahkan sampai mati.
Daripada ikutan stress membincang mereka, lebih baik kita membincang tuhan. Rabu (15/4/09) kemarin, aku mendapat jatah presentasi makalah di kelas pada matakuliah Filsafat Agama. Kami membahas tema “Aliran-Aliran Dalam Ketuhanan”. Aku menyuguhkan makalah yang isinya membahas beberapa isme ketuhanan yang ada dalam sejarah manusia. Antaralain Theisme, Deisme, Pantheisme, Panantheiseme.
Selesai melakukan presentasi, diskusi terbuka pun digelar. Tibalah kita pada pembahasan tentang bagaimana manusia mengenal atau berkenalan dengan Tuhan. Padahal Tuhan itu sendiri tak pernah memerkenalkan diri pada manusia.
Sejak lahir, manusia hanya mengenal Tuhan lewat tradisi dan doktrin-doktrin yang terpaksa harus dipercayai. Tapi dengan cara itu, benarkah manusia benar-benar mengenal Tuhan. Jika agama dijadikan pembenaran akan adanya Tuhan, tiap-tiap agama memunyai konsep ketuhanan yang berbeda. Oleh sebab itu, menurut Karen Amstrong, jika kita harus percaya bahwa Tuhan itu satu, maka konsep tentang Tuhan-lah yang tidak satu.
Para teolog yang coba memerkenalkan Tuhan lewat argumen-argumennya, tak lebih hanya berupa kecakapan berbahasa (hanya problematika bahasa). Nyatanya mereka malah terjebak dalam definisi. Dan jelas, para teolog dari masing-masing agama, berusaha sekuat argumennya untuk membenarkan agama dan tuhannya masing-masing.
Kadang mereka mengatakan bahwa manusia takkan sanggup untuk mengetahui Tuhan. Karena dzatnya sangat agung, maha besar dan sebagainya. Tuhan tidaklah seperti apapun yang kita bayangkan. Pernyataan seperti demikian secara tak langsung telah membatasi Tuhan itu sendiri. Yang juga berarti sotoy tentang Tuhan.
Untuk memecahkan masalah ini, ada tawaran yang berasal dari para kaum sufi. Umumnya mereka tak memunyai konsep tentang cara peribadatan dan ketuhanan. Namun mereka mengenal Tuhannya dengan cara mereka sendiri-sendiri (individu). Bahkan tak jarang, antara sufi satu dengan lainnya memunyai cara berbeda dalam menyatu, mendekat, mengenal dan berhunungan dengan Tuhan.
Perbedaan tersebut tak jarang terjadi dalam satu sekte atau kelompok tasawuf itu sendiri. Para filsuf muslim mengategorikan cara untuk menemukan kebenaran dengan jalan ini sebagai metode intuisi. Metode ini tak bisa didefinisikan dengan pasti. Apalagi dijabarkan cara atau langkahnya. Sebab intuisi sangat bersifat indifidualistik. Tak bisa dimengerti, diketahui atau dirasakan, kecuali oleh seorang yang menjalani itu sendiri. Ya, intuisi adalah metode huduri, yakni menghadirkan Tuhan dalam diri.
Namun apakah pencapaian para sufi itu bisa dipertanggungjawabkan? Apa jaminannya? Siapakah yang akan menjamin mereka tidak berbohong? Atau dalam arti bahwa mereka tidak akan salah?
Mungkinkah tuhan itu ada, atau tak ada? Bagaimana cara mengenalinya? Benarkah alam semesta ini bukti adanya Tuhan? Bagaimana kita bisa percaya adanya Tuhan kalau kita tak pernah kenal dengannya?
Manusia selalu ingin mewujud apa yang ia pikirkan. Contohnya, hingga sekarang banyak hal yang dulu seolah tak mungkin menjadi mungkin. Misalnya manusia ingin terbang, sekarang bisa terlaksana dengan pesawat terbang. Bisa jadi, manusia purba zaman dulu, yang merasa sebagai mahluk lemah kemudian memikirkan sesuatu dzat yang maha kuat dan menjadi penolong dari kesulitan-kesulitannya. Dan dzat itu adalah yang disebut dengan istilah Tuhan.
Karena itu, spiritualitas itu bersifat individual/personal. Tak bisa diajarkan, tak bisa disebarkan, dan tak boleh merasa paling benar atau merasa paling diridhoi Tuhan.[]
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html