UIN Jakarta 2119-Kampus UIN Jakarta telah sangat berbeda dengan seratus tahun sebelumnya. Kurang lebih pada tahun 2008 silam, suhu intelektual mahasiswa di Ciputat, yang dulu dikenal sebagai para pemikir dan agen pembaruan, mulai mendingin bahkan membeku.
Tak dipungkiri, salah-satu penyebabnya karena fakultas-fakultas agama di kampus ini, yang lebih fokus mengkaji wacana keislaman, kalah diminati mahasiswa dibanding fakultas umum.
Jumlah fakultas dan jurusan umum pun lebih banyak. Begitu pula dengan mahasiswanya. Jika pada awal tahun 2000-an budaya lama (diskusi dsb.) masih mendominasi, tapi lima hingga enam tahun kemudian kondisinya berbalik. Pelan tapi pasti, gaya dan budaya mahasiswa di fakultas umum, seperti ekonomi, sains, kedokteran dan sebagainya mulai mendominasi. Kehidupan mereka bisa dicirikan dengan corak ‘praktis’ dan ‘pragmatis’. Dalam arti sempit lainnya mereka kurang mempedulikan wacana pemikiran keislaman yang njelimet. Yang mereka priorotaskan adalah bagaimana supaya kuliah rajin masuk, cepat lulus, nilai bagus dan cepat kerja. Atau yang mereka sebut dengan rumus ISQ 184 (I=IP bagus, S=Semester delapan lulus, dan Q=Qerja cepet). Sedangkan angka 184 merupakan lambang proses perkuliahan mereka. 1-8= jumlah semester mereka, tak boleh lebih. Dan 4 merupakan IP yang harus mereka peroleh.
Keadaan ini akhirnya menimbulkan banyak korban. Diantara pihak yang merasa dirugikan pada masa itu adalah toko buku loak, yang menjual buku-buku lama tentang pemikiran. Seorang penjualnya kala itu mengatakan, mahasiswa saat ini hanya mau membeli buku-buku pengantar matakuliah belaka. Karena itu ia terpaksa tutup dan hanya menerima pesanan dari para penggila wacana keilmuan lewat SMS.
Situasi berbeda terjadi seratus tahun berikutnya. Pada tahun 2119 ini, fakultas-fakultas agama dan pemikiran menjadi serbuan dan pilihan utama para mahasiswa. Fakultas-fakultas umum seperti ekonomi dan sebagainya terancam tutup. Jika masih ada mahasiswanya tak lebih dari sembilan orang satu angkatan jurusan. Kondisi ini bermula sejak Indonesia menjadi negara adidaya pada 2110. Perekonomian nasional telah lama membaik. Dunia teknologi berkembang pesat. Telah banyak manusia Indonesia yang mengusai teknologi dengan perekonomian keluarga yang mapan. Akhirnya, semua orang haus akan kebutuhan intelektual berupa pemikiran-pemikiran. Beberapa tokoh yang mereka idolakan adalah para pemikir yang seratus tahun lalu bersusah payah menggeluti dunia pemikiran di tengah budaya yang berubah. Para tokoh itu diantaranya, Pandu nak Merdeka, M. Hajad, Mubarok Ghulam dan sebagainya.
Masa itu memang masa yang dinanti-nanti oleh para pecinta kebijaksanaan. Saking pesatnya, Fakultas Ushuluddin mencaplok gedung-gedung fakultas umum yang telah tidak ada penghuni. Nyaris seluruh kampus I UIN Jakarta menjadi milik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat semua.
Di tengah euforia intelaktual itu, masyarakat sudah tak kaget lagi apabila muncul mahasiswa yang mengaku nabi atau menerima wahyu dari Tuhan. Mereka sudah sangat toleran atau memang telah lelah untuk heboh. Sebab hampir tiap minggu muncul seseorang yang mengaku telah menerima wahyu langsung dari Tuhan.
Tapi 18 Juni 2119 ini, masyarakat kembali terkejut atas munculnya seorang yang menobatkan dirinya sebagai nabi palsu. Selama ini orang yang mengatakan dirinya nabi, selalu mengaku bahwa gelar itu asli. Tapi ini beda, sosok baru itu secara terang-terangan mengaku dirinya palsu, tapi nabi. Nabi tapi palsu.
Sontak kehadiran nabi yang mengaku palsu ini menjadi perbincangan dan perdebatan hebat. Pasca pengakuannya sebagai nabi palsu di sebuah stasiun televisi, sang tokoh baru ini enggan muncul ke publik. Ia pun susah untuk dijumpai. Namun setelah melewati sebuah negosiasi yang begitu alot, ahirnya nabi palsu bersedia diwawancarai oleh sebuah majalah online bernama LMM OnSitu.com. Berikut petikan wawancaranya,
Selamat siang pak nabi?
Nabi palsu!
Oya, selamat siang nabi palsu?
Selamat siang.
Anda pernah menyatakan sebagai nabi palsu? kenapa?
Palsu itu singkatan, kepanjangannya “paling susah”.
Maksudnya paling susah?
Ya sekarang ini kita susah memilih orang yang jujur atau tidak. Semua pada mengaku benar.
Apakah Anda pernah menerima wahyu?
La wong namanya palsu yang enggak pernah to, gimana pak wartawan ini?
Mengapa Anda berani menyatakan diri sebagai nabi?
Ingat bukan nabi, tapi nabi palsu!
Ia nabi palsu?
Nabi palsu mempunyai satu keunggulan dari pada Nabi Asli, yakni membaca. Selebihnya kekurangan. Sebab yang saya tahu bahwa Nabi asli Muhammad SAW itu tak bisa membaca tulisan, ummiy.
Apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya? apakah ingin berdakwah mencari pengikut?
Tidak.
Kenapa?
Karena selanjutnya saya ingin jadi avatar palsu, biar menguasai empat elemen. Terus pengen jadi spongebob palsu. Pembaca juga jangan membaca tulisan ini terus. Karena bisa-bisa, saya akan menjadi pembaca palsu.
Gak Jelas Banget Boo.
*Tulisan ini terinspirasi dari buku Blakc Interview, karya Andrea Syahreza
Jumlah fakultas dan jurusan umum pun lebih banyak. Begitu pula dengan mahasiswanya. Jika pada awal tahun 2000-an budaya lama (diskusi dsb.) masih mendominasi, tapi lima hingga enam tahun kemudian kondisinya berbalik. Pelan tapi pasti, gaya dan budaya mahasiswa di fakultas umum, seperti ekonomi, sains, kedokteran dan sebagainya mulai mendominasi. Kehidupan mereka bisa dicirikan dengan corak ‘praktis’ dan ‘pragmatis’. Dalam arti sempit lainnya mereka kurang mempedulikan wacana pemikiran keislaman yang njelimet. Yang mereka priorotaskan adalah bagaimana supaya kuliah rajin masuk, cepat lulus, nilai bagus dan cepat kerja. Atau yang mereka sebut dengan rumus ISQ 184 (I=IP bagus, S=Semester delapan lulus, dan Q=Qerja cepet). Sedangkan angka 184 merupakan lambang proses perkuliahan mereka. 1-8= jumlah semester mereka, tak boleh lebih. Dan 4 merupakan IP yang harus mereka peroleh.
Keadaan ini akhirnya menimbulkan banyak korban. Diantara pihak yang merasa dirugikan pada masa itu adalah toko buku loak, yang menjual buku-buku lama tentang pemikiran. Seorang penjualnya kala itu mengatakan, mahasiswa saat ini hanya mau membeli buku-buku pengantar matakuliah belaka. Karena itu ia terpaksa tutup dan hanya menerima pesanan dari para penggila wacana keilmuan lewat SMS.
Situasi berbeda terjadi seratus tahun berikutnya. Pada tahun 2119 ini, fakultas-fakultas agama dan pemikiran menjadi serbuan dan pilihan utama para mahasiswa. Fakultas-fakultas umum seperti ekonomi dan sebagainya terancam tutup. Jika masih ada mahasiswanya tak lebih dari sembilan orang satu angkatan jurusan. Kondisi ini bermula sejak Indonesia menjadi negara adidaya pada 2110. Perekonomian nasional telah lama membaik. Dunia teknologi berkembang pesat. Telah banyak manusia Indonesia yang mengusai teknologi dengan perekonomian keluarga yang mapan. Akhirnya, semua orang haus akan kebutuhan intelektual berupa pemikiran-pemikiran. Beberapa tokoh yang mereka idolakan adalah para pemikir yang seratus tahun lalu bersusah payah menggeluti dunia pemikiran di tengah budaya yang berubah. Para tokoh itu diantaranya, Pandu nak Merdeka, M. Hajad, Mubarok Ghulam dan sebagainya.
Masa itu memang masa yang dinanti-nanti oleh para pecinta kebijaksanaan. Saking pesatnya, Fakultas Ushuluddin mencaplok gedung-gedung fakultas umum yang telah tidak ada penghuni. Nyaris seluruh kampus I UIN Jakarta menjadi milik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat semua.
Di tengah euforia intelaktual itu, masyarakat sudah tak kaget lagi apabila muncul mahasiswa yang mengaku nabi atau menerima wahyu dari Tuhan. Mereka sudah sangat toleran atau memang telah lelah untuk heboh. Sebab hampir tiap minggu muncul seseorang yang mengaku telah menerima wahyu langsung dari Tuhan.
Tapi 18 Juni 2119 ini, masyarakat kembali terkejut atas munculnya seorang yang menobatkan dirinya sebagai nabi palsu. Selama ini orang yang mengatakan dirinya nabi, selalu mengaku bahwa gelar itu asli. Tapi ini beda, sosok baru itu secara terang-terangan mengaku dirinya palsu, tapi nabi. Nabi tapi palsu.
Sontak kehadiran nabi yang mengaku palsu ini menjadi perbincangan dan perdebatan hebat. Pasca pengakuannya sebagai nabi palsu di sebuah stasiun televisi, sang tokoh baru ini enggan muncul ke publik. Ia pun susah untuk dijumpai. Namun setelah melewati sebuah negosiasi yang begitu alot, ahirnya nabi palsu bersedia diwawancarai oleh sebuah majalah online bernama LMM OnSitu.com. Berikut petikan wawancaranya,
Selamat siang pak nabi?
Nabi palsu!
Oya, selamat siang nabi palsu?
Selamat siang.
Anda pernah menyatakan sebagai nabi palsu? kenapa?
Palsu itu singkatan, kepanjangannya “paling susah”.
Maksudnya paling susah?
Ya sekarang ini kita susah memilih orang yang jujur atau tidak. Semua pada mengaku benar.
Apakah Anda pernah menerima wahyu?
La wong namanya palsu yang enggak pernah to, gimana pak wartawan ini?
Mengapa Anda berani menyatakan diri sebagai nabi?
Ingat bukan nabi, tapi nabi palsu!
Ia nabi palsu?
Nabi palsu mempunyai satu keunggulan dari pada Nabi Asli, yakni membaca. Selebihnya kekurangan. Sebab yang saya tahu bahwa Nabi asli Muhammad SAW itu tak bisa membaca tulisan, ummiy.
Apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya? apakah ingin berdakwah mencari pengikut?
Tidak.
Kenapa?
Karena selanjutnya saya ingin jadi avatar palsu, biar menguasai empat elemen. Terus pengen jadi spongebob palsu. Pembaca juga jangan membaca tulisan ini terus. Karena bisa-bisa, saya akan menjadi pembaca palsu.
Gak Jelas Banget Boo.
*Tulisan ini terinspirasi dari buku Blakc Interview, karya Andrea Syahreza
0 komentar:
Posting Komentar