Insya Allah diucapkan setelah niat menepati janji tertancap dalam hati. Kalimat ini bisa berarti, ‘ya saya pasti datang atau ya saya bisa, kecuali ada halangan diluar kemampuanku untuk datang memenuhi janji’. Tapi umumnya, di Indonesia kalimat ini tak berfungsi demikian. Insya Allah sering menjadi pengganti kalimat ‘bisa ya bisa tidak’. Misalnya kita menjawab pertanyaan atau harapan, “Nanti datang ya?”. Jawaban yang terlontar biasanya, “ya” atau “ya Insya Allah”. Dengan mengucapkan Insya Allah, seolah-olah kita telah berhak datang atau tidak, semau kehendak kita. Padahal, dalam Insya Allah kita hanya boleh melanggar janji bila ada halangan di luar kemampuan kita.
Karena itu, bagi manusia Indonesia yang mengimani bahwa Tuhan Maha Kuasa, Maha Tahu yang terbaik buat kita, maka jangan mengatakan Insya Allah setiap berrjanji. Sebab, baik mengucap Insya Allah atau tidak, kuasa Allah tetap ada dan tak terhalang. Lagi pula, kalau kita tak menepati janji akibat hal di luar kemampuan kita, orang yang menunggu janji kita akan memahami.
Insya Allah di Indonesia tanpa sadar telah menjadi topeng kemunafikan. Kemunafikan yang kita amini bersama dengan diam-diam. Kita menyembunyikan kata ‘tidak’ dibalik Insya Allah agar seolah-olah terdengar ‘ya’. Karenanya, mulai saat ini, Jangan ucapkan Insya Allah saat berjanji, untuk menghindari tumbuhnya kemunafikan dalam diri. Bukan mendahului kehendak Tuhan. Melainkan lebih pada ketegasan kita sebagai seorang muslim, seorang Indonesia. Dengan demikian kita telah setapak menjadi bangsa yang tegas. Sekali lagi, kehendak Tuhan kapanpun tetap tak terhalang. Manakala janji kita terhalang oleh sesuatu diluar kemampuan, orang yang menunggu kita pasti akan mentolerir.
1 komentar:
Justru di Indonesia Kata INSYA ALLAH dipakai sebagai Kata Sakti untuk menghindar dari Janji. Seakan-akan bila tak ditepati bukan karena kesengajaan orangnya. Tapi karena tak dapat izin dari Allah.
Good Posting utk anak muda seusiamu. Teruskan
Posting Komentar