--> Kemarin, aku pulang sangat larut.
Nyaris pukul 00.00. Jalan Legoso Raya mulai sepi pelintas saat aku meninggalkan
sebuah kafe, tempat nongkrong bersama beberapa kawan muda. Hanya sekitar
seratus meter, langkahku menyeberangi jalan untuk mencapai sebuah gang ke kamar
kostku, 10m dari jalan raya.
Tak seperti kamar kost atau
kontrakan umumnya, yang berderet rapat dengan lorong utama menghadapkan pintu
dengan pintu lainnya. Kamarku punya halaman. Meski tak seluas halaman rumah di
kampung, tapi cukup buat parkir 10—15 motor.
Tepat di belokan mengiri, ada
gerbang di sebelah kanan dengan empat buah anak tangga turunan. Begitulah
kamarku berada. Malam itu ada dua motor berjajar. Pertanda tamu telah tiba
sebelum kedatanganku. Pintu terbuka. Cukup senyum untuk menyapa dua orang teman
dan seorang teman se-kost-ku.
Mereka bicara banyak hal.
Menyaruk-nyaruk masalah seni dan sastra, diiringi lagu-lagu Led Zeppelin di media
player komputer pentium III. Komputer yang tak sesuai zaman sekarang. Tapi slow
saja, Led Zepplin masih bisa konser di situ.
Aku yang lelah, berlagak authis,
tak terlalu larut menanggapi obrolan mereka. Kecuali menghisap beberapa batang
samsu, menyeduh kopi baru, menambahkan tiga buah reggea Bob Marley, lagu-lagu
sountrack Into The Wild-nya Eddie Vedder, dan lagu-lagu sountrack The Boat That
Rock seperti Elenore, Stay With Me Baby dan lainnya. Lalu aku berbaring di
sela-sela serunya obrolan mereka.
Kurang lebih dua jam berebah,
sayup-sayup kusimak obrolan mereka. Aku langsung ingat cerita Gus Mus tentang
Gus Dur saat keduanya menjalani studi di Mesir. Gus Mus yang selalu belajar dan
Gus Dur tidur saja. Tapi apa yang dipelajari Gus Mus, ditangkap lebih dalam
oleh Gus Dur yang tidur.
Serunya pembahasan ketiga teman itu
layak nyamuk-nyamuk yang terbang hinggap berputar di kaki tanganku telanjang.
Membuat aku bangun sekitar pukul 03.00. Setelah cuci muka, aku bergabung. Teman
sekamarku minta maaf karena telah membuat tidurku terganggu. “Slow…,” kataku.
Aku menyimak sampai di mana mereka.
Masih seputar sastera dan metodelogi ilmu pengetahuan. Begitu kurang lebih yang
boleh ku ceritakan padamu. Tapi obrolan mereka sangat liar. Wajar, karena
memang tak ada rencana dan alur kesepakatan kemana arah pembicaraan. Sebentar
singgah di ranah kecengan, candaan. Singgah lagi di wilayah culture studies,
meluncur ke masa klasik Islam saat terbunuhnya para khulafaurasyiddin. Dan pada
suatu menit, singgah lagi ke kamar. Menyorot kehidupan asmara seorang dari
kami. Di sinilah yang akan ku ceritakan. Karena memang sedikit erat dengan
konsep kenabian.
Aku berkontribusi menggunakan
analisa dan saran atas dasar zodiak. Aku mencoba memahami bagaimana seorang
yang berzodiak sama denganku. Menganalisa kepribadiannya dan memberi solusi
atas permasalahan yang terjadi.
Seketika itu, kedua teman yang
malam itu berstatus tamu agung, meminta pendapatku menjelaskan bagaimana
masing-masing pribadi dengan takdir zodiaknya.
Aku langsung berkilah. Kalau mereka
mau tahu, cari saja di internet atau buku-buku mitos tentang karakter zodiak
masing-masing. Selama ini, aku hanya mencari tahu, menelusuri, semua hal, baik
tentang zodiak atau perhitungan yang berkaitan denganku. Aku hanya seperti
seorang nabi, bukan rasul. Di dunia ini ada banyak nabi ketimbang rasul. Nabi
hanyalah orang yang mendapat pengetahuan dari tuhan untuk diri sendiri,
sementara rasul mendapat pengetahuan dari tuhan untuk dan wajib disebarkan
kepada seluruh umat manusia.
Langsung pula, satu di antara kami
ingat akan pernyataan Yazid, seorang teman yang tak ada di sini. Pernah Yazid
mengatakan, semua pengetahuan yang kita dapat hendaknya hanya untuk diri
sendiri, untuk menilai dan mengukur diri sendiri. Bukan sebaliknya untuk
mengukur dan menilai orang lain atau masyarakat. Karena kalau demikian,
akibatnya kita akan gampang men-judge, mengafirkan, menyalahkan, atau
menganggap sesat orang lain.
Demikianlah, aku mendapat,
memperoleh, mengunduh, dan menelusuri pengetahuan tentang zodiak, primbon,
weton, jumlah tanggal, hari, bulan, dan tahun kelahiran hanya untuk diriku.
Menilai dan mengukur diri sendiri. Sehingga jangan tanya bagaimana hubungan
zodiakmu dengan zodiak pacarmu, jika tak sama dengan zodiakku. Kalau toh sama,
aku hanya akan memaparkan sejauh yang ku tahu tentangku, tentang zodiakku,
sejauh berkait dengan pengalamanku. Tidak untuk memaksamu memakai penilaianku
atas diriku untuk menilai dirimu. Dan karena itu pula, tak perlu kuceritakan
apa yang kutangkap saat tidur atas obrolan ketiga kawanku malam itu.