Sabtu, 28 Januari 2012
Gerak Pikiran Menurut Kebiasaan
Apa Aku Gagal Mengejamu?
perkataan yang terucap
terkecap lidah kalbu
mengubahkan makna baru
Bertentangan tak sepadan
denotasimu
berantakan di bibirku
Aku gagal menerjemahkan
setiap tanda dan jejakmu
pada pohon-pohon tumbang
serta daun berguguran
Udara menyimpangkan aroma
Mungkinkah itu bukan jiwamu?
Jiwa wahana
Paru-paru hayat
Rimbun dan menimbunku
Aku gagal menyandingkan
Antara teks dengan konteks
yang tergambar di benakku
dan berlangsung di depanku
Lalu kau memilih pergi
Menggenggam bara pinjaman
Mereguk sebotol kutukan
Kapan kau pandai membaca
Seakan Hermes pada Kalam Dewa
Kutukan itu sungguh petanda
Sanggupkah menyusuiku
yang membayi jelang peluk pandangmu?
Segalanya tak berjawab
Kau kembali di bawah tanah
Tempat jiwa kita bertemu
Sebelum raga saling berpadu
dulu
Kamis, 19 Januari 2012
Identifikasi
Aku kesal
Jiwaku bergolak
Ruhku gemetar
Ragaku mengepal
Pikiranku melayang
Siapakah aku dalam marah, kesal, jiwa, ruh, raga, dan pikiran?
Kalau
Aku komunis
Aku atheis
Aku agamis
Aku nasionalis
Aku idealis
Aku oportunis
Aku bengis
Aku belagu
Aku sombong
Aku egois
Aku modernis
Aku tradisionalis
Siapa aku yang mengisi semua itu?
Siapa aku yang mengaku sebagai aku?
Sabtu, 07 Januari 2012
Pikiran dan Sembahyang
Dengan kesadarannya, manusia mengetahui pikirannya. Pikiran membantu manusia merefleksi, mengingat, mengantisipasi, memecahkan masalah dan sebagainya. Berkat pikiran pula manusia melakukan inovasi-inovasi dalam berbagai lini kehidupan.
Pikiran tak lepas dari kesadaran. Sebagaimana menyadari keberadaan fisik di sekitarnya, manusia juga dapat menyadari apa yang sedang dipikirkannya.
Dalam kehidupannya sehari-hari, mafhum kita tahu, pikiran manusia terus bekerja dan berjalan. Hal itu terjadi tak hanya saat manusia berada dalam keadaan bangun melainkan juga dalam kondisi tidur. Karena itu, butuh kesadaran ekstra untuk menyadari sejauh mana dan kemana arah pikiran kita berjalan.
Aktivitas pikiran pada umumnya lebih mengutamakan satu fokus tertentu. Dalam arti, kita sulit untuk memikirkan beberapa fokus atau hal secara bersamaan. Begitu pula dalam kaitannya dengan dunia materi. Ketika terjadi masalah, kesadaran kita akan segera menyentak pikiran untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana solusi untuk mengatasinya.
Namun karena hanya fokus pada satu masalah tertentu, ada kalanya pikiran kadang sulit untuk menemukan solusi. Ketika memikirkan satu fokus solusi tertentu, kita melupakan solusi-solusi atau cara yang lain. Dari situ tak jarang kita menemukan jalan buntu. Situasi dan kondisi material di sekitar kita seperti tak bersahabat. Tak ada solusi untuk masalah yang kita hadapi.
Sampai pada titik itu, ada baiknya kesadaran segera menghentikan pikiran yang terus berjalan dan melayang. Ibarat air keruh, kita diamkan sejenak supaya kotorannya leram dan menjadi bening kembali. Itulah jalan meminta pertolongan dari Tuhan.
Dalam berbagai ajaran agama banyak ritual yang kelihatannya formal. Namun jika kita hayati penuh dengan hati, pikiran, dan kesadaran, formalitas tersebut mengandung isi yang sangat berharga. Salah-satu dari formalitas itu adalah sembahyang. Dalam Islam ada salat lima waktu dalam sehari.
Banyak para penganut agama masih menganggap ritual itu sebatas kewajiban. Mereka masih terjebak pada bungkus bukan isi. Sehingga sembahyang atau salat yang mereka lakukan sama sekali tak menolong dalam pengatasan masalah dunia. Mereka menjalankan hanya atas dasar ketakutan akan siksa yang akan diterima setelah mati.
Sementara bagi yang sungguh-sungguh menghayati, selain untuk kepentingan hidup sesudah mati, yang masih sebatas keyakinan dan belum terbukti, sembahyang atau salat juga mampu membantu memecahkan solusi kehidupan di dunia.
Dalam aktivitas sehari-hari kita kerap tak menyadari jalan pikiran kita. Kita hanyut dalam kegiatan dan rutinitas yang secara otomatis berulang dari hari ke hari, dari pekan ke pekan selanjutnya.
Adanya kewajiban salat, pada waktu-waktu tertentu, umat Islam diharapkan mampu mengosongkan atau menghentikan laju pikirannya. Mendiamkan keruhnya pikiran akibat keruwetan dan kekakuan rutinitas. Membiarkan pikiran melepas fokusnya pada solusi tertentu, hingga solusi itu hadir mendatangi pikiran dan kondisi material kita. Sesudah waktu-waktu salat itu, kita kembali pada rutinitas sebagaimana biasa.
Di akhir tulisan ini, saya ingin menegaskan bahwa sembahyang atau salat bukan berarti memerintah manusia untuk tidak berpikir, melainkan sejenak menyediakan waktu untuk diri kita sekadar 5-10 menit, setalah berjam-jam kita terhanyut dalam kompleksitas kehidupan sehari-hari. Jangan sampai karena banyaknya waktu untuk segala hal yang ada di luar kita, menjadikan lupa pada diri sendiri. Karena diri sendiri merupakan sahabat yang paling setia dalam situasi dan kondisi apapun.