Kresek. Aku disebut seperti itu. Aku tidak punya kuping
untuk mendengarnya. Tapi sebagai buatan manusia yang punya rasa, aku mewarisi perasaan. Mungkin karena
itu aku memiliki alat pencerna segala hal, baik yang berasal dari pendengaran,
yang terlihat, yang teraba, yang terkecap dan tersentuh, melalui rasa yang
diwariskan dari tangan-tangan buruh di perusahaan pembuatan kantong plastik. Termasuk
mendengar manusia memanggilkan kresek.
Aku makhluk yang hina dina. Sehabis pakai buang. Di samping
itu aku juga kerap dimusuhi karena dianggap sebagai biang perusak alam.
Tubuhku amat kuat tak lekang ruang dan waktu. Aku bisa
bertahan ratusan tahun di dalam tumpukan sampah atau di antara sempit himpitan
bumi. Para serangga dan semua binatang penghancur tak mampu melukaiku.
Sampai sekarang aku juga tak tahu mengapa manusia menciptakanku, memanfaatkanku, kemudian memusuhiku. Mereka menghujatku tapi tetap saja memproduksi makhluk sepertiku sambil terus menerus mengalamatkan kutukan.
Aku tahu, manusia berusaha menciptakan alat pembawa barang jenis lain yang mudah hancur dalam tanah. Mungkin manusia menyesal atas keberadaanku yang mereka butuhkan tapi juga mereka benci. Aku tak masalah. Toh bagiku, aku tak ada di dunia ini juga bukan soal.
Aku ada karena manusia. Seandainya manusia tidak ada aku
juga tidak mungkin tercipta. Tuhan telah mendakdirkan manusia hidup bersamaku. Melalui
manusia, Tuhan menciptakanku.
Bisa jadi, kalaupun alam harus hancur karena keberadaanku,
itu pasti takdir Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar