Ingin Jadi Guru, Astronot, Petinju, Kiper Hingga Pebulu Tangkis
Aku tak ingat cita-citaku sebelum masuk SD. Kalau tidak salah, aku sempat ingin jadi kiyai. Itu tak lepas dari latar belakang keluargaku. Dari kakek buyut hingga bapak dan saudara-saudara kami, rata-rata adalah tokoh agama dan masyarakat. Bapakku seorang mubaligh. Ya aku keturunan kiyai. Karenanya aku ingin melanjutkan status keluarga kiyai ini.
Menginjak kelas III SD, aku berubah arah ingin jadi seorang guru. Mungkin karena doktrin, ‘guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa’. Itu sangat digembar-gemborkan pada masaku dulu. Aku meleleh dalam doktrin mulya tersebut.
Salah-satu guru SD faforitku adalah Ibu Narti. Dia mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Ia mengenalkanku pada benda-benda angkasa, hingga ku dibuat terpesona dan sadar, ternyata di luar sana terbentang ruang yang luas tak kutahu batasnya.
Takjub pada benda-benda langit, memicu benakku menjadi astronot. Aku sangat serius waktu itu. Semua buku tentang planet dan angkasa luar aku lahap. Kutata kamar tidur secanggih mungkin, biar serasa di angkasa. Begitu seriusnya, sampai-sampai aku bertanya, “kalau nanti aku jadi astronot, lalu aku terbang meninggalkan bumi, kemanakah arah kiblat saat aku shalat?” Pertanyaan itu ku ajukan pada guru ngajiku, yang tak lain adalah santri bapakku sendiri. Guru ngajiku menjawab sambil tersenyum tak percaya, “ya yang penting niat nyembah Allah.”
Belum hilang kekaguman pada semesta raya, demam bulutangkis menyerangku. Kalau tak salah kelas IV, saat Ricki Subagia dan Rexy Mainaki menjadi pemboyong mendali emas di Olimpiade pada cabang bulu tangkis.
Aku sendiri tak menonton pertandingannya. Tahun itu, TV di kampungku belum banyak. Hanya orang-orang kaya yang butuh TV. Salah-satunya tetanggaku. Seperti malam sebelumnya, dalam terang bintang kususuri jarak sepuluh meter menuju rumah Lisnawati, tetanggaku. Aku dan beberapa teman hanyut dalam sebuah sinetron. Kalau nggak salah lagi, sampai jam 21.00.
Entah karena apa, aku lupa. Yang jelas hal itu membuat aku sedikit gengsi nonton pertandingan itu. Kalau tak salah nih, yang memberitahuku tentang jadwal pertandingan itu adalah teman yang sedang aku benci. Sehingga aku merasa gengsi kalau ikut nonton karena ajakan dia. Aku jawab saja, “halah bulu tangkis, ngapain ditonton, mendingan tidur.”
Pagi hari di sekolah, aku cuma bengong saat semua teman membincang kemenangan Ricki dan Rexy. Lagi-lagi karena gengsi, kukatakan semalam aku juga nonton. Larut dalam euforia kemenangan, hampir setiap orang mengisi waktu luangnya dengan bulutangkis. Tak terkecuali aku dan teman-teman sekelas.
Walau merasa rugi karena tak mendapatkan kegimbaraan seperti yang lain yang nonton langsung pertandingan, tapi aku ikut saja saat dua siswi dan satu siswa sekelas mengajakku bermain pukul bulu itu. Begitu leburnya dalam keasyikan, kami mengidentikan diri masing-masing pada para pebulutangkis nasional. Teman-teman membaiatku sebagai Ricki Subagia. Aku bangga-bangga saja dipanggil demikian. Sejak itulah cita-citaku ingin jadi pemain bulu tangkis nasional.
Berbagai pertarungan kecil-kecilan kami gelar. Baik di sekolah saat jam istirahat atau pada jam mainku pulang sekolah. Kesadaranku kembali pulih. Kutahu fisikku tak merelakanku untuk bergelut di bidang olahraga fisik. Lagi pula, modal gemar saja ternyata tak cukup. Aku selalu kalah telak saat bertanding.
Pada moment yang tak berjauhan, aku membentuk sebuah genk Power Rangers. Aku bersama lima teman lainnya kebetulan sama-sama suka nonton serial Power Rangers. Di genk ini aku berperan sebagai Tommy, sang RangerPutih.
Masa itu aku lewatkan dengan imajinasi ada kekuatan dahsyat yang menimpaku. Dan aku benar-benar menjadi Sang Super Hero penakluk monster. Akupun berkhayal terbang ke berbagai penjuru jagad. Hinggap di planet-planet terluar dari Tata Surya memakai baju Ranger Putih. Tapi sayang, genk Power Rangers ini tak berjalan lama. Kawan-kawanku buru-buru bosen dengan genk kanak-kanakan ini. Bahkan setiap senin kami ketemu, tak lagi mendiskusikan serial Power Rangers yang tanyang hari minggu. Sebagian sudah beralih hoby nonton Dragon Balls, yang jam tayangnya bentrok dengan Power Rangers. Jadilah aku single rangers.
Berlanjut Ke
Chapter II: Posturku Lebih Mirip Sosok Jin Daripada Manusia