Maaf Tuan Hemingway
Pestaku bukan pesta bergerak
yang berjalan menuju penyelesaian.
Temanku, panggillah Abah. Ia masih muda. Hanya lantaran pernah berteater di Madrasah Aliyah dengan peran dukun yang dipanggil Abah, tanpa bubur merah dan upacara selametan, nama itu terus melekat padanya. Selamanya.
Dari Abah kudengar, tak ada pesta yang tak berakhir.
Seperti itulah pestamu Tuan Hemingway. Pesta yang bergerak menuju sunrise. Ketika moncong-moncong bintik cahaya menghisap embun dengan lahapnya, pestamu berubah bayangan hancur perlahan, tertimbun oleh pejaman.
Tapi pestaku tidak Tuan Hemingway. Pestaku pesta yang diam. Pesta yang tenang tanpa kegaduhan para tukang bangunan di samping kamar yang dengan ototnya memaksakan paku pada kayu yang kaku.
Apakah pestaku juga akan berakhir seperti kata Abah?
0 komentar:
Posting Komentar