Jumat, 23 Januari 2009

UAS, Teman Salah Jam, Aku Jadi Korban

Oleh MS Wibowo
Kamis (22/1) lalu adalah hari terakhirku mengikuti Ujian Akhir Semester VII ini. Tapi malam dini harinya aku belum bisa tidur. Untuk memanfaatkan waktu, aku pergi ke warnet temanku dan berenang di dunia maya. Diteruskan dengan obrolan seputar kondisi kampus kekinian dan membicarakan lagu Bagdat to Night.
Karena sudah jam 03.00 aku memutuskan untuk tidak tidur. Tapi rasa lemas tubuh ini memaksa aku untuk segera undur diri merebahkan badan. Aku memilih singgah di rental play station dengan harapan pagi dibangunkannya. Sebab aku yaqin kalau di kamar kostku aku tak akan terbangun.
Temanku tak tidur demi membangunkan aku pukul 06.00. Tapi aku berhasil dibangunkanya hingga sejam kemudian. Setelah nyawa betul-betul terkumpul, aku menuju rumah kostku untuk mandi dan siap-siap. Saat segalanya beres ternyata jam menunjukan pukul 08.00. Itu berarti aku sudah telat setengah jam. Aku segera cabut dari kosan dengan bekal pena sebatang saja.
Di jalan aku menelepon Dana teman sekelasku. Dua kali menelepon baru ia menjawab. “Opo dus?” jawabnya dengan bahasa Jawa. Dus itu panjangnya wedus artinya kambing. Kami memang biasa menyebut kata wedus, bedes=monyet dan lain sebagainya. Kata-kata macam itu memang kasar dalam masyarakat Jawa. Tapi karena sudah akrab dan keluar dari konteks, kata-kata itu jadi terasa biasa saja.
“Kamu dah masuk?” Tanyaku.
“Lah, memang sekarang? Ia menjawab dengan Tanya pula.
“Iyalah, mang jam ke berapa?”
“Jam kedua, aku masih di kosan.” Kata Dana yang tampak masih bau jigong karena bangun tidur.
Aku kurang begitu percaya dengan validitas info yang Dana sampaikan. Sampai di fakultas, aku berniat mengecek ruang kelasku. Tapi aku lupa ruang berapa. Sebelum masuk ke dalam fakultas, aku bertemu Aan, mahasiswa jurusan Pemikiran Politik yang akrab disapa Big Dady karena badannya yang gemuk. Dia mengajakku ngopi di kantin. Entah mengapa tiba-tiba aku yaqin dengan informasi Dana.
Karena hanya membawa uang Rp.1.500, Big Dady meneraktir aku segelas kopi untuk minum bersama dan beberapa gorangan. Sambil menyantap hidangan pagi itu, kita membincang masalah kacaunya kuliah kami. Saat gorengan habis dan kopi masih tersisa, terbersit dalam otakku untuk membeli rokok, uangku cukup untuk membeli dua batang rokok. Sampai di mulut pintu kantin, aku bertemu dengan Ali mahasiswa juniorku yang menabung SKS di kelasku.
“Wo, nggak ikut UAS Filsafat Ilmu?” tanyanya.
“Lah! Memang sekarang? Bukannya jam ke dua?”
“Sekarang.”
“Yang bener? Kata Dana jam ke dua? Lo nggak ikut?”
“Udah keluar, tapi aku ngawur jawabnya.”
“Beneraran? Soalnya apa saja?”
Setelah Ali sedikit memberi gambaran soal, aku langsung pamit pada Big Dady. Oya aku lupa lantai berapa. Setelah diberitahu Ali lantai V aku segera naik lift. Sesampainya di kelas, jam sembilan kurang seperempat. Sebagaian temanku sudah kelar menghajar soal. Aku baru mulai. Aku lihat kesekeliling ruang tak ada Dana. Aku kabari dia melalui SMS bahwa UAS dilaksanakan sekarang juga. Dia menjawab dengan meneleponku. Aku terpaksa keluar untuk menjawabnya. Dia pun gusar. Kusuruh dia segera ke kampus tanpa mandi. Sebab rumah kostnya lumayan jauh. Aku tutup telepon dan masuk ke kelas serta bersiap menjawab soal. Tapi Dana meneleponku lagi. Dia menyuruhku protes pada dosen bahwa UAS harusnya dilaksanakan jam kedua. Aku pun bilang tak bisa. Karena setahuku jam kuliah matakuliah ini memang sekarang. Setelah aku tutup kembali HPku, ia mengirim SMS meminta soal-soal apa yang diujikan, aku balas soalnya susah, panjang. Dia balas lagi pokok-pokoknya saja. Aku tak membalas. Dia meminta lagi lewat panggilan telepon. Aku jawab di dalam ruangan saja dengan bahasa Jawa. Kebetulan pengawas sedang keluar. Tapi suaraku cukup menggema sehingga seluruh ruangan menoleh padaku dengan sedikit tawa. Sebagian ada yang menggodaku dengan meniru iklan salah-satu provider di TV, Agos! Agos, Agos!. Akhirnya aku jawab tegas, dah lah, kamu ke sini saja buruan. Aku juga kiri pokok-pokok yang tak menyerempet inti soal lewat sms. Tapi aku yaqin dia tak paham.
Tujuh menit sebelum bubaran, Dana datang ke kelas dengan terengah-engah. Terdengar deru sepatunya sebelum masuk kelas, seolah ia berlari dan bersungguh-sungguh ikut ujian ini. Pas di kelas, dia dan satu teman lagi meminta maaf pada pengawas.
“Maaf pak telat, saya kira Bowo bercanda, saya kira jam pertama ujiannya pak,” kata Dana dengan nada memelas.
“Ini kan jam pertama?” kata pengawas.
“Oh ya, maksud saya, saya kira jam kedua pak. Tolong kebijaksanaannya pak, kasih dispensasi setengah jam pak,” harap Dana dan temannya.
Sang pengawas tak menggubrisnya. Ia malah mengatakan pada seluruh peserta bahwa waktu sudah habis. Semua peserta pun keluar, kecuali aku. Tapi tiba-tiba bapak pengawas berada di depanku. Aku bilang dikit lagi pak. Satu kalimat lagi. Bapak pengawa menjawab, sudah, waktu sudah habis. Terpaksa aku menawar lagi, satu kata lagi ya pak. Dan akhirnya pun aku keluar. Tapi kertas soal yang harusnya dikumpul karena akan diujikan lagi di kelas jurusan lain tak diminta olehnya. Dana dan teman-teman beroleh ketengan. Sebab pengawas mengizinkannya mengikuti UAS di jurusan Tafsir yang kebetulan matakuliahnya sama pada jam kedua.
Setelah mengerjakan semua soal dengan jawaban banyak ngawurnya, aku turun ke lantai dasar menuju kantin. Di sana ada Dana dan kawan-kawan. Sedang membincang masalah barusan. Sedetik pasca tibaku di sana, obrolan langsung mengacu pada soal-soal yang tadi diujikan. Aku bilang pada Dana, “Lo beruntung bisa Tanya-tanya soal yang diujikan. Apalagi ada soalnya. Lo harusnya bayar nih ke gua.”
“Emang enak,” kata Dana. Ia menambahkan, tapi meskipun ada soalnya, jawabannya susah. Open book pun nggak bakalan bisa.
“Ya setidaknya lo kan bisa taya-tanya dulu, kalau gue, dah buru-buru lo gangguin lagi. Awas kalau kamu dapat A gue hajar lo.”
“Ni uang seribu buat beli roti, bayar info dari lo,” kata Dana sambil berjalan sedikit lari mengajak dua teman yang belum ikut ujian jam pertama. “Ayo Uf, biar keliatan serius kita datang lebih awal,” kata Dana Pada Uuf.
Ketika jarak antara aku dan Dana mulai kurang lebih lima meter, aku berteriak padanya diiringi pertanyaan, “Sial lo, sebenarnya kemarin lo dapat info dari siapa sih Don kok bisa bilang ke gue UAS jam kedua?”
Sambil berlari dan tersenyum ia menjawab, “Feeling, he hehe.”
Sial yuu.[]

1 komentar:

Emes Bowie mengatakan...

Dasar Pradancuk,udah ujian akhir belum hafal jam ma kelas

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html