Sabtu, 29 Mei 2010

Murtadha Muthahari

Sekilas Riwayat Hidupnya

Murtadha Muthahhari lahir pada tanggal 2 Februari 1919 di Khusrasan. Ayahnya Muhammad Husein Muthahhari adalah seorang alim yang sangat dihormati. Sejak menjadi mahasiswa di Qum, Muthahhari sudah menunjukkan minatnya pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Di Qum ia belajar kepada Ayatullah Boroujerdi dan Ayatullah Khomeini. Dalam filsafat ia banyak belajar kepada Allamah Thabathabai.
Di usia yang relatif muda, Muthahhari sudah mengajar logika, filsafat dan fiqih di Fakultas Theologi Universitas Teheran. Ia juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Filsafat. Dengan itu, sesusungguhnya Murtadha Muthahhari bisa hidup nyaman dan tenang. Sebab di sisi lain, masih banyak kemampuan dan keilmuan yang menjadikannya amat disegani.
Tetapi ia lebih memilih badai daripada damai. Bersama Imam Khomeini, ia aktiv di dunia politik menentang rezim Pahlevi. Pada tahun 1963 ia mengambil alih kepemimpinan pergerakan dan perjuangan melawan pemerintah saat Khomeini di buang ke Turki. Ia juga mendirikan Husainya-yi Irsyad yang menjadi basis kebangkitan intelektual Islam. Muthahhari tercatat sebagai salah-seorang tokoh Revolusi Islam Iran. Pada saat Revolusi Islam Iran, 1979, ia menjadi anggota Dewan Revolusi.
Karakteristik yang menonjol pada seorang Muthahhari adalah kedalaman pemahamannya tentang Islam, keluasan pengetahuan tentang filsafat dan ilmu pengetahuan modern, dan keterlibatan yang non-kompromistis terhadap keyakinan dan ideologinya.
Muthahhari harus mengakhiri perjuangan dan hidupnya pada 2 Mei 1979 karena ditembak oleh kelompok ekstrem, Furqan.


Filsafat dan Ideologi

Muthahhari melihat filsafat sebagai senjata, yang ampuh untuk menghadapi ide-ide sekular yang tersebar cepat di Iran. Hal ini mengingatkan kita pada Al-Ghazali, yang menjadikan filsafat sebagai senjata untuk menangkal ide-ide filosofis. Sementara pada Muthahhari, serangan filsafatnya diarahkan untuk menghadapi ide-ide sekular Barat, khususnya Marxisme.
Demikian penting peran filsafat sebagai senjata ideologi, sehingga Muthahhari berusaha menghidupkan kembali tradisi filosofis yang secara aman telah jinak, dan ia percaya filsafat merupakan “prioritas utama dalam skala makna (signifikansi) diantara semua cabang ilmu pengetahuan.
Selain bicara tentang filsafat sebagai senjata ideologis yang ampuh untuk menghadapi ide-ide sekular Barat, Muthahhri juga menyatakan dengan tegas bahwa filsafat bukanlah hak istimewa Barat. Dia mengatakan dan percaya bahwa “Yunani kuno (sebagai lambang filsafat Barat) memperoleh asal keberhasilannya yang utama dari Timur. Sarjan-sarjana besar dari belahan dunia tersebut berulangkali melancong ke Timur, belajar banyak dari sarjana-sarjan Timur, dan ketika mereka kembali, mereka menyebarkannya di negeri mereka.”
Lebih lanjut bicara tentang ideologi Muthahhari menyatakan, sebagaimana agama, ideologi memerlukan defenisi intelektual maupun batasan filosofis. Seperti halnya agama, ideologi mensyaratkan adanya perspektif universal yang didasarkan pada logika dan wawasan khusus, yang juga didukung oleh argumentasi sistematis tentang dunia dan alam.
Agama, menurut Muthahhari, memberikan kekuatan kepada sebuah ideologi untuk menciptakan kasih sayangdan cinta terhadap tujuan-tujuan yang lebih tinggi dibanding tujuan-tujuan individualistik saja. Tujuan yang individualistik ini banyak kita temukan pada madzhab pemikiran modern seperti halnya eksistensialisme.
Bagi Muthahhari, ideologi yang tidak disandarkan pada agama dan hanya merujuk pada sistem intelektual saja, tidak akan mampu menumbuhkan cinta dan kasih sayang serta kehilangan landasan logis; walaupun terkadang ideologi semacam ini dapat dipaksakan dengan kekuatan atau sugesti.
Muthahari menyebut, sebuah madzhab pemikiran adalah sistem praktis tunggal, bukan hanya pemikiran yang bersifat teoritis. Sistem pemikiran ini berarti pemahaman tentang sesuatu yang ada. Karenanya, sebuah madzhab pemikiran haruslah berupa kumpulan ide-ide harmonis yang berhubungan dengan kehidupan nyata, yakni tentang apa yang diizinkan dan yang tidak. Adapun konsep yang bersifat teoritis itu menjadi rohnya. Karenanya, setiap ideologi harus berdasarkan pada perspektif universal, yang memandang alam ini pada perspektif universal, yang memandang alam ini sebagaimana mestinya dan memandang manusia sebagaimana harusnya.
Muthahari mengeritik pemahaman Marxisme, yang menurutnya menggunakan sudut pandang materialistis proses penyempurnaan dan cita-cita manusia. Mereka memerhitungkan segalanya dari sudut pandang ekonomi yang menawarkan semua bentuk kepentingan dari perampasan akibat perbedaan kelas sosial sebagai tujuan.


Landasan Etika Sosial dan Etika Personal

Dalam hidupnya, manusia memerlukan tujuan-tujuan non-material, baik sebagai individu maupun makhluk sosial. Ini berbeda dengan beberapa pandangan Barat. Bagi mereka, tujuan kehidupan bermasyarakat hanya materi semata.
Bertrand Russel misalnya, berpendapat bahwa dasar etika sosial adalah bentuk kesepakatan antarindividu dalam sebuah komunitas yang dengan kesepakatan ini mereka dapat melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Russel percaya, dasar etika sosial adalah penghargaan atas hak-hak individu. Pemikiran ini mirip dengan pandangan Marxisme. Penekanan mereka hanya pada kepemilikan yang dianggap sebagai sumber penindasan dan kezaliman.
Tapi kenyataannya, dalam suatu masyarakat, kepemilikan pribad bukan satu-satunya faktor untuk mencapai status sosial yang tinggi. Banyak hal yang tak bisa dinilai dengan materi. Misalnya kecantikan, kemasyhuran, kedudukan dan sebagainya. Karenanya, akar segala bentuk penindasan dan kezaliman bukanlah hanya kekayaan. Dan ternyata, dalam sosialisme atau komunisme pun masih terdapat hal spiritualitas.
Bagi Muthahhari, manusia memiliki tanggung jaab yang sangat luas. Sebuah sistem nilai yang sangat fundamental bagi semua pemikiran. Sistem nilai inilah yang bisa memberikan bimbingan kepada manusia dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai individu maupun makhluk sosial. Dan tentunya, sistem nilai itu tak akan berarti jika tak dilandasi keyakinan pada Sang Pencipta dan bahwa kearifan-Nya mewujud dalam penciptaan.

Tentang Gender

Saat ini gerakan feminisme dan sejumlah faham lainnya di Barat menilai ketergantungan istri kepada suami terkait masalah ekonomi, termasuk juga mahar dan nafkah, sama dengan diskriminasi dan ketidaksetaraan. Padahal, mahar dan nafkah ditentukan atas dasar karakteristik dan ketidaksamaan peran antara pria dan wanita. Tanggung jawab berat mengandung anak dan melahirkan secara alamiah berada di pundak wanita. Kondisi ini membuat wanita rentan terhadap gangguan fisik dan mental.
Jika pria dan wanita memiliki tanggung jawab dan peran yang sama untuk memenuhi kesejahteraan keluarga dan tidak ada hukum yang membela perempuan, maka perempuan akan menghadapi beban yang berat. Muthahhari menilai wanita berhak menerima nafkah karena mengemban tugas berat seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui. Pria dan wanita tidak memiliki kondisi fisik yang sama untuk melakukan aktivitas dan kegiatan berat dalam mencari nafkah. Pria memiliki kemampuan lebih untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat. Allah Swt telah membagi urusan kehidupan, dan menentukan pemenuhan kebutuhan ekonomi wanita ada di pundak pria. Allah jugalah yang membuat pria memerlukan perempuan dari segi kejiwaan dan mental.
Selain itu, wanita membutuhkan ketenangan dan ketentraman untuk memainkan peran sebagai seorang istri dan ibu. Jika istri dipaksa untuk melakukan pekerjaan berat, maka ia akan cepat tua dan tidak mampu memenuhi kebutuhan mental suami dan anak-anaknya. Muthahhari meyakini bahwa: "Agar wanita bisa selalu tampil ceria, ia memerlukan ketenangan lebih dari pria. Aturan penciptaan telah mewujudkan kesesuaian dan keselarasan maksimal antara pria dan wanita dengan ada sejumlah perbedaan di antara mereka, sehingga pria dan wanita akan saling melengkapi. Oleh karena itu menurut pandangan Islam, istri tidak dipaksa bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan purta-putrinya dengan memikulkan kewajiban itu pada pundak suami. Islam tidak menganggap pekerjaan dan karir sebagai tujuan utama bagi wanita untuk menjaga kelembutan mental dan fisik mereka. Meski demikian, Islam menerima keputusan wanita untuk berkarir demi mengembangkan potensi dan memenuhi kebutuhan masyarakat."

0 komentar:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html