-->
Jendela berengsel atas itu terbuka dengan rongga bawah yang lebih lebar. Vina duduk di mulut jendela dengan ceria. Ia mengibas-ibaskan buku tulis ke arah tubuhnya untuk mengusir gerah dan panas. Sesekali ia menggeser pantat agar duduknya berasa nyaman.
Di ruang kost pacarnya itu Vina tak sendiri. Tiga pria personel band pacarnya, berada di sana melepas lelah pasca kuliah. Sementara sang pacar sedang sibuk di kamar mandi. Baru bangun tidur dan hendak menjalankan shalat dzuhur.
Agar tak terserang mati gaya , karena menunggu pacarnya keluar dari kamar mandi, Vina meminta salah-seorang personel band lain, yang tak lain adalah aku sendiri, untuk menemaninya. Aku oke-oke saja. Kan udah kenal lama, sejak di Play Group Ushuluddin. Kami pun asyik mengobrol hal-hal yang tak penting. Kemudian Vina menyapu sekeliling ruang depan kamar dengan matanya.
“Kok di sini banyak banget stiker Batman sama KungFu Panda sih?” Tanya Vina kepadaku.
“Terserah kita dong, ini kamar siapa?” Jawabku balik dengan pertanyaan yang nggak penting.
Vina pun tersenyum kecut. Lalu ia mengatakan, teringat masa lalunya gara-gara melihat stiker Super Hero Batman tadi.
“Tau nggak Bowo, dulu aku tuh terobsesi banget jadi Super Hero-Super Heroan gitu,” kata Vina.
“Waktu masih kecil?” Tanyaku.
“Iya,” jawab Vina. Dulu tuh, lanjut Vina, aku pengen jadi Superman. Padahal aku kan cewek ya. Tapi aku nggak mau jadi Super Women. Soalnya pakaiannya nggak menutupi aurat alias pornoaksi. Aku sering mencoba terjun dari ketinggian lima meter gitu. Pas mendarat, kakiku salah posisi. Jadinya terkilir. Pas pulang dengan jalan pincang, sampai pintu langsung diintrogasi mama.
“Kenapa itu kakinya.”
“Jatuh ma.”
“Iya jatuh kenapa?”
“Jatuh aja.”
“Iya jatuh gimana, kok bisa bengkak kaya gini, memangnya ngapain aja?”
“Jadi Superman-Supermanan,” jawab Vina polos.
Kembali ke kamar kost…
Aku yang tertarik dengan kisah-kisah masa kecil seseorang pun segera bertanya pada Vina.
“Waktu jadi Superman-Supermanan itu kelas berapa Vin?”
“Kelas III SMA,” jawa Vina polos juga.
“Kelas III SMA?! Itu mah bukan masa anak-anak, itu dah gede.”
“Iya bener kelas III SMA,” timpal Vina meyakinkan dengan sedikit senyum heran kepadaku.[]
0 komentar:
Posting Komentar