Kematian yang aku alami, ternyata tak menjadi solusi. Aku menulis dari alam barzah. Di sini bukan dosa yang dulu kulakukan yang aku sesali. Tapi ketidaktenangan.
Mungkin ada benarnya para ‘preman’ dan orang-orang yang dalam masyarakat mendapat cap bajingan. Sebejat-bejat mereka pun ingat pada tuhan. Mereka masih takut tuhan. Yang tidak mereka takutkan adalah himbauan ketuhanan yang ada dalam masyarakat. Yang keluar dari mulut para tokoh masyarakat. Atau ustadz-ustadz artis dan ustadz muda kampung mereka.
Mereka tetap melakukan dosa. Entah mencuri, memalak, berzina, atau minum alkohol. Mereka melakukan itu tanpa beban. Karena itu mereka lepas.
Dan aku sedikit sepakat, bahwa dosa itu ada dalam perasaan. Dosa itu imateri. Ia menjadi beban pikiran dan perasaan manusia. Jika benar begitu, manusia sebejat apapun, jika ia tidak merasa terbebani oleh tindak-tanduk kemaksiatan yang mereka lakukan berarti tidak berdosa.
Aku yakin mereka melakukan segala bentuk kemaksiatan itu lebih karena melawan kehendak masyarakat. Bukan kehendak Tuhan yang susungguhnya. Mereka adalah orang yang tak mau terkungkung kepalsuan. Mereka adalah manusia-manusia jujur. Musuh individu yang merupakan bagian dari masyarakat. Sebab masyarakat adalah kepalsuan. Semu. Kedok dari ketakutan hidup yang penuh dengan ketidakjelasan dan absurd. Sementara para bajingan adalah orang-orang yang berani mengafirmasi ketidakmungkinan, ketidakjelasan, dan keabsurdan.
0 komentar:
Posting Komentar