Jumat, 26 Oktober 2018

Meluncur ke Banten Lama part 5: Keraton Kaibon, Titik Venesia-nya Jawa




Gerbang Bentar berdiri tegar berjajar, mengucap selamat datang dengan sebuah bahasa dari ratusan tahun silam. Kusam tapi penuh keagungan. Di dalamnya, struktur fondasi, sisa-sisa bangunan tua, serta reruntuhan klasik kompleks istana terhampar di area luas 4 hektar.

Lewat imajinasi, semua itu bukan benda mati. Mereka hidup. Megah, lengkap hiruk pikuk dan prilaku penghuninya sehari-hari. Dayang-dayang, prajurit, dan abdi dalem berkativitas seperti biasa. Seakan mereka ada untuk selamanya. Albert Einstein bilang, imajinasi Lebih penting daripada (sekadar) ilmu pengetahuan. Dengan imajinasi, pengetahuan tentang kejayaan masyarakat dari ratusan tahun lalu selalu aktual dan hidup kembali.



Perjalan menyusuri masa lama Banten kita teruskan. Saya tiba di Keraton Kaibon, berlokasi di kampung Kroya, desa Kasunyatan, kecamatan Kasemen, Serang. Ini adalah istana yang dibangun untuk Ratu Asiyah, ibunda dari Sultan Syafiudin, pewaris tahta Kesultanan Banten yang kala itu masih belia.



Berbeda dengan keraton lain pada umumnya, yang mana tahta atau singgahsana sultan dan raja menjadi bangunan utama, inti Keraton Kaibon adalah masjid.


Di sekeliling keraton, terdapat kanal. Salah satu fungsinya sebagai jalur transportasi yang menghubungkan dengan Surosowan dan seluruh kawasan keraton di Banten Lama. Dengan pola dan tata wilayah macam itu, Banten Lama sempat dijuluki Venesia-nya Jawa, terlebih ketika warga kolonial Belanda menetapi kota ini.
Seandainya semua jaringan kanal itu masih lestari sampai sekarang, alangkah indahnya. Berdasarkan peta-peta jaman dulu, wilayah Banten Lama sangat padat serupa Amsterdam.

Gerbang Bentar Keraton Kaibon

Keraton Kaibon punya dua macam gerbang yang jadi ciri khasnya dan kini masih berdiri. Pertama, Gerbang Bentar, yakni gerbang terbuka tanpa atap sebagai pintu masuk dari pagar, setebal satu meter, mengelilingi keraton. Sesuai bentuknya, filosofi gerbang bentar adalah keterbukan, welcome terhadap tamu dan siapapun. Dari coraknya tampak pengaruh arsitektur Hindu-Budha.

Gerbang Bentar berjajar sebagai pagar juga menegaskan, keraton Kaibon tidak didesain sebagai benteng pertahanan. Di keraton Surosowan, misalnya, tebal bentengnya hampir mencapai 5 meter. Sebaliknya, Kaibon lebih menonjolkan sisi fungsi artistik, karena memang difungsikan hanya untuk tempat tinggal ibunda sultan. Kota Serang menggunakan Gerbang Bentar sebagai lambangnya. Dan memang, seluruh logo pemerintahan di provinsi Banten saat ini memakai simbol-simbol yang diambil dari peninggalan Banten Lama.

Gerbang Paduraksa Keraton Kaibon Banten
Kedua, ada Gerbang Paduraksa. Bentuknya konon terpengaruh seni arsitektur dari Makassar. Posisinya di dalam keraton, menghubungkan bagian depan dan area menuju kamar ibunda ratu. Beda dengan Bentar, atap Paduraksa tertutup. Filosofinya, wilayah keluarga bersifat privat. Berjumlah dua dan berdekatan memunyai arti “hidup berdampingan tidak boleh bertengkar”. Pesan ini untuk orang dalam keraton. Menurut catatan, konflik antar saudara kerap pecah di keluarga pembesar Banten.



Selanjutnya ke kamar ibunda Sultan, terdapa juga kamar-kamar lain di sana. Berupa ruangan persegi empat, dengan bagian dasarnya menjorok ke dalam tanah. Itu teknologi pendingin dengan cara mengalirkan air di dalamnya. Kemudian di bagian atas ‘kolam’ tersebut diberi balok kayu sebagai dasar lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih utuh sampai sekarang.

Setelah Surosowan dihancurkan, Belanda menjadikan Keraton Kaibon sebagai pusat Keresidenan Banten. Namun, masyarakat Banten sering melancarkan aksi-aksi pemberontakan sehingga membuat pemerintah kolonial Hindia-Belanda gerah. Tak ingin repot berkelanjutan, Kantor Keresidenan Banten pindah ke Gedung yang saat ini menjadi Museum Negeri Banten.



Keraton Kaibon pun kosong. Belanda lalu membongkar dan menghancurkannya pada 1832 M. Sejak itu, Banten Lama mulai ditinggalkan dan pesonanya kian pudar.



Tapi Belanda tidak pergi dari Banten Lama dengan tangan kosong. Mereka membawa harta dan pusaka peninggalan Kesultanan Banten dari Keraton Surosowan dan Kaibon, berupa mahkota, keris, dan sebagainya. Mereka menyimpan harta pusaka tersebut di Batavia, pada sebuah lembaga kesusasteraan dan kebudayaan Hindia Belanda, bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Sekarang menjadi Museum Nasional Indonesia atau lebih dikenal dengan Museum Gajah.

Oke. Sampai di sini. Berikutnya saya bersama tim dari @cagarbudayadanmuseum Kemdikbud RI  akan ke Benteng Speelwijk. Benteng imbalan dari Sultan Haji kepada Belanda yang membantunya mengkudeta sang ayah, Sultan Ageng Tirtayasa.

0 komentar:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html