Bagi seorang teman yang bertanya, “Kapan Nikah?” pertanyaan itu tak ada bedanya dengan komentar Nella Lovers di akun instagram Nella Kharisma:
“Kak Nella, kapan manggung di Ciputat?” #NellaLoversTangsel.
“Nella kapan ke Banjarmasin?” #NellaLoversKalsel.
“Kapan manggung di Situ Gintung?” #NellaLoversUshuluddin,
dan seterusnya.
Semua komentar jenis pertanyaan itu umumnya adalah harapan yang tidak serius. Artinya, si komenter memang akan senang jika Nella Kharisma benar-benar tampil di daerahnya, tapi ia tahu juga bahwa komentarnya tidak akan mengubah jadwal show Nella Kharisma yang telah tersusun rapih di buku kerja manajemen Lagista. Kalau pun Nella ternyata kebetulan ada agenda manggung di daerah yang disebut, si komenter itu juga belum tentu akan hadir menyaksikan. Orang bagi dia sesungguhnya nonton Nella di youtube sudah lebih dari cukup.
Namun, bagi orang yang ditanya, pertanyaan “Kapan Nikah?” terdengar seperti ajakan seorang teman, “Kapan Ngopi nih?”
Sampai di sini biasa saja. Ngopi itu kan santai. Bisa dilakukan kapan saja, dimana saja. Asal ada waktu, cukup budget atau ada yang bayarin. Kopi saset juga gak masalah. Yang penting ngopi kan? Tapi justru di situlah letak hal yang membuat banyak para jomblo kesal. Sehingga ia berpikir, “Memangnya nikah itu seperti ngopi yang bisa dilakukan kapan saja, misalnya awal bulan. Biar kalau nggak ada duit, teman yang baru gajian siap traktir?”
Saya sendiri termasuk orang yang sedang berada pada masa di mana banyak orang menanyakan itu. Jujur saya nggak masalah. Maksudnya, saya tidak sampai begitu emosional menanggapi, sebagaimana dialami beberapa jomblo lain.
Ketika seorang teman yang sudah menikah dan punya anak tanya ke saya, “kapan nikah?” Saya sering jawab, “saya selibat.” Bisa jadi jawaban itu masih dianggap emosional, “apa urusan Anda kalau saya selibat” atau sebaliknya itu terkesan main-main. Tapi yang pasti, jawaban saya itu tidak jadi masalah bagi teman saya yang bertanya. Karena seperti Nella Lovers, dia tidak benar-benar mengharapkan saya memberi kepastian kapan nikah. Lagian dia juga tidak niat nraktir saya nikah mentang-mentang habis gajian.
Jomblo yang kesal karena pertanyaan dari temannya tentang “kapan nikah” juga sebenarnya wajar. Apa yang dilontarkan temannya itu, meskipun basa-basi, bisa terdengar mengejek, “Nih, gue udah nikah, udah punya anak. Itu artinya, gue lebih hebat dari lu. Lebih di depan daripada lu. Lu kapan?”
Lagi-lagi memang, ini juga tak lepas dari kata 'jomblo' yang sering jadi bahan bercandaan. Jomblo jadi sesuatu atau status yang menyentuh perasaan tapi tidak gampang membuat marah orang. Konteksnya dianggap bercanda jadi jangan marah.
Tapi mesti diingat, meski tidak marah, sebutan jomblo tetap terkoneksi dengan emosi seseorang. Maka banyak akun-akun dakwah atau politisi yang mengeksploitasi “jomblo”. Tujuannya satu, agar mereka bisa masuk ke relung perasaan orang. Yang penting masuk dulu. Perkara mau ngapain kalau nanti sudah di dalam, itu urusan belakangan.
Teknik berdakwah atau kampanye dengan menyentuh perasaan itu cukup efektif untuk mengikat massa. Setiap orang yang sudah berhasil kita sentuh perasaannya, dia akan selalu kepikiran tentang kita. Dia bahkan rela mati membela kita. Pikiran positifnya akan terarah ke kita, sementara pikiran negatifnya dilontarkan ke arah sebaliknya, yakni kepada pihak yang menjadi lawan kita.
Jadi kalau kau ingin menguasai khalayak netizen, salah satu cara jitunya, adalah sering-sering unggah postingan yang mengaduk-aduk emosi/perasaan. Insyaallah kamu akan banjir komen, “masyaallah, mashaAllah, subhanallah, dan Allahu akbar.”
Ket. Foto: Komentar para #NellaLovers di akun Instagram @nellakharisma
Ket. Foto: Komentar para #NellaLovers di akun Instagram @nellakharisma
0 komentar:
Posting Komentar