Ciputat, 5 Oktober 2010
Aku menyerah. Kubebaskan kau menilai. Silakan hina, puja, sanjung atau caci aku. Aku tak peduli. Mungkin benar aku tlah tersesat. Tapi apa kau peduli dan rela menjemput lalu mengantarku ke jalan Semula?
Kalau keberatan tak apa. Biar kujalani sendiri, di sini. Kukumpulkan sisa-sisa porakporanda jejak jalanku. Kujadikan bangun fondasi menara masa depan. Di ujung sana, akan aku daki langit. Berjumpa Tuhan, Kebenaran atau apalah namanya.
Kepada semua lelaki dan perempuan yang telah kukenal dengan guratan semi permanen di hati. Ku tahu kalian cinta aku. Buat para cowok, jangan salah sangka dulu. Dalam hal ini aku ‘normal’. Artikan cinta seluas mungkin, biar kalian tak mau maho denganku.
Tapi jiwaku benar-benar rumit. Satu per satu darimu hanya menyaksikan sisi terang yang tampak saja. Itu bukan aku seutuhnya. Sisi lainnya merupakan sumber sinar terang hingga tak kau lihat. Aku yakin, psikolog atau psikiater kelas dunia nomor wahid pun tak mampu memahami jiwaku.
Jiwaku adalah jiwa dari pertaruang saling serang sinar-sinar maha dahsyat. Aku silau menatapnya. Aku benci menyapanya. Tapi selalu rindu bersama jiwa.
Ya, aku sering hidup tanpa jiwa. Langkahku langkah raga biologis. Jiwaku tertempel di langit bersama awan. Itu sering terjadi.
Kalau benar demikian, lalu siapa yang menulis note ini? Mungkin kesadaran, mungkin juga tanganku saja yang iseng, tiba-tiba ngetik di depan komputer. Yang jelas bukan jiwaku. Karena aku sedang membicarakannya. Pastinya, aku yang menulis.
Aku dan jiwaku adalah dua hal yang berbeda. Aku sering menyaksikan jiwaku penuh emosi memberontak marah-marah dan sebagainya. Kadang ia seperti pamer padaku kalau sedang bahagia. Jiwaku sering duduk merenung sendiri, lalu tertawa. Tak ada orang yang mampu melihatnya, kecuali aku.
Oke. Aku terima semua keporakporandaan ini. Porakporanda akibat pertempuran sisi-sisi jiwa. Coba kau rasakan bau mesiu dan asap serta radiasi nuklir jiwaku. Pertempuran ini telah selesai. Sisi-sisi jiwaku berdamai. Anggap saja tulisan ini sebagai NOTA KESEPAHAMAN JIWA.
Aku bersama sisi-sisi jiwaku, yang sebenarnya satu, melangkah fokus membangun menara untuk menggapai singgahsana Kebenaran. Kalau ada yang minat ikut, aku sangat bahagia. Tapi bagi yang nggak mau, karena takut aweng-awengan di ketinggian, tak apa-apa.
“READING WRITING AND SINGING”
1 komentar:
Bowo, jangan tinggi2!! entar jatuh loh... loe kan belum nikah.. sapa yang mau nolongin kalo jatuh...
Posting Komentar