Keragaman dan kesatuan itu sama. Keberadaan keduanya saling menegaskan. Walau terdapat unsur-unsur yang tampak saling bertentangan, tapi dalam keberagaman semua saling membutuhkan. Keberagaman dalam jumlah keseluruhan dan keterkaitan merupakan himpunan tak terbatas. Ketakterbatasan yang sekaligus merupakan ketiadaan.
Sebenarnya, alam raya ini lebih mudah dipahami dan masuk akal jika tak terbatas. Dalam ketakterbatasan tersebut terdapat himpunan-himpunan yang ditentukan berdasarkan fungsi, kesamaan, keterkaitan dan seterusnya, yang sifatnya sewenang-wenang dan saling mendukung.
Lalu kenapa ketakterbatasan itu sekaligus ketiadaan? Menjawab pertanyaan ini, hanya butuh penjelasan sederhana. Jika kita terus memerkecil atau mengurai wilayah himpunan, misalnya dari seluruh jagad raya pada manusia hingga sel terkecilnya, maka akan kita jumpa kekosongan. Itulah ketiadaan. Kekosongan inilah satu-satunya unsur yang mampu berdiri-sendiri. Dalam matematika kekosongan adalah nol (0).
Nol adalah satu-satunya bilangan yang mampu berdiri sendiri. Berbeda dengan bilangan lain. Tiga (3) misalnya, tak dapat disebut 3 tanpa adanya 1, 2, 4, dan seterusnya. Semua bilangan itu mampu dibagi sampai tak berhingga. Selain itu semuanya membutuhkan 0,
Lain halnya dengan nol itu sendiri. Ia ada tanpa harus ada bilangan lainnya, baik minus maupun plus. Jika dikalikan dengan angka berapapun, hasilnya tetap nol. Sementara jika dibagikan, maka hasilnya tak bisa didefinisikan alias error. Jika diletakan di sebelah kanan (setelah koma) bilangan lainnya, memerbanyak dan di sebelah kiri (sebelum koma) mengurang atau memperkecil.
Nol merupakan ketiadaan, itu mudah dipahami. Nol juga sebagai ketakterhinggaan karena seluruh bilangan tak lepas atau tak dapat berdiri tanpanya. Bilangan yang tak terbatas, jika di hitung dari satu sampai seterusnya, sama dengan nol yang tak terhingga. Karena itulah, nol lebih tepat untuk melambangkan Tuhan.