Minggu, 18 Juli 2010

Cinta Monyetku Pada Dua Santri Ayahku.

Special Post Theme "Cinta Monyet"
Aku masih ingat dengan jelas saat pertama kali aku menyukai seorang perempuan. Rasa suka yang kuyakin nyaris sama kadarnya ketika aku mencintai seorang wanita saat ini. Waktu itu umurku 4 tahun. Aku yang terlahir sebagai anak seorang kiyai, sangat akrab dengan para santri atau remaja masjid di kampungku. Tiap malam para pemuda, datang ke masjid dan mengikuti pengajian kitab-kitab layaknya di pesantren. Ba’da isya adalah jadwal mengaji bagi mereka yang berusia 10 tahun ke atas. Ayah turun langsung sebagai pengajar sentral. Tempat pengajiannya adalah di pendopo rumahku.
Sebagai anak kiyai yang masih balita, aku bebas mengganggu ayah yang tengah mengajar. Sembari mengganggu ayah, mataku nakal memerhatikan santri-santri putri. Dalam pengajian ini tak ada pemisah antara santri putri dan putra. Mereka hanya membuat blok. Santri putri sebelah kanan dan putra sebelah kiri. Jumlah mereka cuma sembilan orang. Lima diantaranya perempuan.
Dari lima santri putri itu, dua orang yang menurutku paling cantik adalah Lastri dan Sudharmi. Lastri saat itu duduk di kelas III SMP. Sementara Sudharmi kelas I SMP. Aku senang ketika dekat dengan mereka. Sebuah rasa senang bercampur malu ketika menatap wajah mereka.
Cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Karena kutahu, keduanya juga senang dengan ulahku, yang sering mengaku sebagai pacar mereka. Mungkin bagi mereka itu lucu. Padahal aku benar-benar suka sama mereka berdua. Terutama Lastri. Para santri lain dan beberapa tetangga sering menggodaku.
“Le, Tole* pacarmu siapa?” goda mereka.
“Mbak Lastri sama Mbak Dharmi,” jawabku bangga dan sedikit malu-malu.
“Mbak Lastri sama Mbak Dharmi, cantikan mana?” ini juga pertanyaan yang sering mereka pakai untuk menggodaku.
“Cantik dua-duanya, eh cantikan Mbak Lastri deng” jawabku biasanya.
Tawa riang selalu keluar dari mulut para penggodaku. Mereka tak pernah bosan mengulang bertanya. Padahal jawabanku tetap itu-itu juga. Bagi mereka, itu suatu hiburan. Sedang bagiku, pertanyaan macam itu merupakan semacam pengakuan publik atas kepemilikan cintaku.
Beberapa bulan kemudian, cintaku mengendap. Menyisakan satu C-I-N-T-A hanya untuk Mbak Lastri. Namun, setelah lulus SMP Mbak Lastri dipinang seorang ustadz dari kampung sebelah. Usia suaminya tujuh tahun lebih tua.
Aku datang di pesta perkawinan mereka, karena ibuku ikut rewang*. Melihat Mbak Lastri bersanding di pelaminan, aku sama sekali tak merasakan kesedihan. Malah aku sangat senang. Gaun pengantin dan make up yang ia pakai membuatnya seperti bidadari. Aku tak menghiraukan teman-teman yang asyik bermain dan menyantap kue. Kesempatan ini aku gunakan untuk berlama-lama menatap Mbak Lastri yang lagi cantik-cantinya.
Pesta usai, hari berlalu. Aku mulai merasakan sesuatu yang hilang. Mbak Lastri tak lagi datang mengaji di rumah selesai isya. Aku juga sering melihat suaminya memboncengnya dengan sepeda.
Pernah suatu saat mereka berdua lewat depan rumahku dengan sepeda ontanya. Sepuluh meter sebelum mereka tiba, aku telah mengintai. Setelah menguatkan tekad dan keberanian, aku coba menyapa mbak Lastri.
“Mbak Lastri...” sapaku.
“Eh, Bowo,” jawab mbak Lastri kaku.
“Ah, mbak Lastri sekarang beda. Nggak kaya’ dulu yang ramah sama aku. Dia sudah nggak sayang sama aku. Apalagi tatapan suaminya padaku, seperti tatapan seekor alien. Aku benci dia, aku benci dia, aku benci mereka,” gumamku dalam hati menatap mbak Lastri dan suaminya yang kian menjauh.
Sejak itu aku benar-benar merasakan kehilangan amat dalam. Aku kehilangan cinta monyet indahku. Cinta yang kukenal pertama kali. Bahkan itu adalah cinta yang kusadari, sebelum aku menyadari cinta terhadap orang tua.


*Tole: panggilan Jawa untuk seorang anak kecil laki-laki.
*Rewang: Dalam tradisi orang Jawa di kampung, ketika sebuah keluarga mengadakan acara hajatan besar, seperti nikahan, selamatan dan sebagainya, mereka biasanya mengundang keluarga dan tetangga-tetangga dekatnya untuk menjadi penyelenggara. Ketua akan membagi tugas kepada seluruh orang-orang yang diundang untuk rewang, tegantung spesialisasinya. Ada yang bertugas memasak, penerima tamu, pramusaji dsb. Kegitan ini disebut rewang.

0 komentar:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html