Special Post Theme "Cinta Monyet"
Di kelas I SD, aku mengenal seorang siswi bernama Indri Restu Sestiani. Dia anak seorang guru, Wali Kelas III, Bu Darti namanya. Selain itu, Indri adalah siswa dengan nama terpanjang kedua setelahku. Hal itu membuat Indri menjadi pusat perhatian. Aku suka melihat rambutnya bergelombang sebahu dan kulitnya hitam manis. Aku tertarik padanya, begitupula sepertinya ia padaku.
Sejak hari kedua sekolah, aku ditunjuk menjadi ketua kelas oleh Bu Yusniar, Wali Kelasku. Itu jabatan formal pertama dalam hidupku. Akupun menjadi pusat perhatian.
Karena sama-sama populer, aku dan Indri saling penasaran. Dan singkat cerita, akhirnya kami menjadi teman dekat. Ini membuatku sangat bahagia. Aku telah menemukan cinta baru. Cinta yang kurasa sama dengan perasaan cinta yang kurasa saat umur 24 saat ini.
Aku selalu mencari kesempatan untuk dekat dengannya. Waktu istirahat adalah saat yang sering kupakai berdua dengannya. Karena begitu dekatnya, gosip sekolahpun menyebarkan isu bahwa kami telah menjalin hubungan yang disebut pacaran. Ada orang yang tak diketahui identitasnya, menuliskan nama kami berdua di beberapa sudut tembok dan meja kelas. “Bowo dan Indri”. Hanya seperti itu tulisannya. Tapi jaman dulu di tempatku, tulisan tersebut mampu membuat dua orang lelaki dan perempuan malu dibuatnya. Dan pertama kali dalam hidupku rasa malu itu muncul seketika.
Akhirnya aku memutuskan untuk jaga jarak dengan Indri. Kami biasanya mencuri-curi waktu untuk bertemu di luar jam sekolah. Sehabis dzuhur. Hanya sekadar berdua, main kelereng atau main karet. Cuma berdua. Tapi lagi-lagi kami sial. Amin, siswa kelas tiga yang telah tahu tentang gosip itu, memergoki kami. Ia kemudian mengejak kami berdua.
“Hayooo…. Ngapain kalian berdua… pacaran ya… hayooo.. ihhh masih kecil udah pacaran… hayooo???”
“Enggak kok, kita cuma main karet. Kita nggak pacaran,” elakku dengan suara ketakutan.
“Masa main karet cuma berdua. Hayooo pasti kalian pacaran ya… kecil-kecil pacaran,” goda Amin lagi.
“Nggak…!!! Aku nggak pacaran!!! Aku nggak pacaran!!!” teriak Indri sambil pergi berlari meninggalkan aku dan amin, menuju rumahnya yang tak jauh dari tempat bermain.
“Hayoo loh, dilaporin kamu sama ibunya Indri. Mampus... tuh. Besok kamu pasti disetrap di kelas,” kataku menakut-nakuti Amin.
Amin langsung kabur ketakutan meninggalkanku sendiri.
Aku berjalan gontai ke rumah. Usai magrib, aku ikut ngaji di masjid. Ternyata mulut Amin sangat comel. Ia menyebarkan gosip tentang aku dan Indri. Gosip itu terdengar oleh mamaku. Untungnya, mama tak menanggapi serius. Ia hanya tertawa renyah malu-malu. Aku tak tahu apa yang mama pikirkan.
Tiba pada pembagian raport pasca Ulangan Umum Catur Wulan (Cawu) I, secara mengejutkan aku mendapat peringkat ranking pertama. Padahal aku tak pernah sadar, kapan ulangan / ujian Cawu diadakan. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Indri mendapat peringkat ranking kedua.
Terbakar Cemburu.
Naik kelas II, hatiku mulai terbakar api cemburu. Pasalnya, Wali Kelas kami yang baru, Bu Sulis menentukan tempat duduk kami. Ada empat siswa baru pindahan dari SD lain yang menyebabkan jumlah siswa dan siswi seimbang. Masing-masing 20 orang. Karenaya, Bu Sulis mengatur tiap bangku diisi oleh cowok dan cewek. Bu Sulis tak menjelaskan maksud pengaturan itu.
Jantungku tiba-tiba berdebar saat Bu Sulis membacakan absen. Aku berharap, Indri duduk bersamaku. Tapi Kenyataan berkata lain. Ia duduk bersama dengan Tri Basuki. Siswa yang cukup aku benci. Pasalnya ia sering mengerjaiku. Ia sok superior, merasa paling kuat dan suka ribut di kelas saat tak ada guru. Aku sebagai ketua kelas I kemarin sering memeringatkan dia agar jangan membuat gaduh. Tapi ia malah menantangku berkelahi.
Kekhawatiranku seperti menjadi nyata. Gosip yang semula menerpaku lenyap perlahan. Berganti dengan isu yang berkata bahwa “Indri dan Tri Basuki pacaran.”
Hubunganku dengan Indri kian jauh. Kami jarang bertemu atau bermain bersama. Cintakupun bertepuk sebelah tangan. Pada masa inilah, seorang siswi bernama Lina mulai mendekatiku. Ia kerap membelikan aku jajan di waktu istirahat. Awalnya aku merasa senang. Kerena memang mama dan papaku jarang mengasihku uang jajan. Kata mama, “jajan itu bikin goblok.” Dan aku percaya itu. Tapi aku tak menolak, saat Lina mengajakku beli gorengan. Dia anak orang kaya. Uang sakunya lebih dari yang lain. Lina juga sering dengan tiba-tiba memasukkan uang seribu rupiah ke dalam kantong bajuku. Aku hanya melongo melihat tingkahnya.
Gosippun segera berkembang. “Bowo dan Lina”, tulisan itu aku jumpai di sudut tembok kelas. Semua teman kelas, meledek Lina dan aku. Aku kesal, karena merasa ini sebagai fitnah. Tapi Lina tampaknya senang-senang saja. Akupun menjauhi Lina, karena aku tak suka dia.
Saat pelajaran dimulai, sesekali aku melirik Indri. Aku ingin tahu apakah dia terpengaruh dengan isu tentang aku dan Lina. Tapi tak ada respon. Esoknya aku kembali menanti respon Indri. Kali ini aku mencoba mendekatinya. Datang ke mejanya. Tak peduli ada Tri Basuki yang duduk di sampingnya. Tapi aku hanya bisa terpaku menatap mata Indri yang polos. Ia tersenyum padaku. Dan akupun gembira. Bagiku itu tanda bahwa Indri mencintaiku. Hatiku berjingkrak keras.
Pertengahan Cawu III, aku sangat bahagia. Bu Sulis kembali melakukan rolling tempat duduk. Dan coba tebak, aku duduk dengan siapa? Ya benar, aku duduk dengan Indri. Kami pun dekat kembali. Gosip tentang kami bergulir lagi. Aku tak peduli perasaan Lina yang membenci kami. Yang Penting Heppy.
Sebuah tragedi terjadi menjelang Ulangan Cawu III. Aku dan Indri merasa kehilangan rautan yang sama-sama kami butuhkan. Kebetulan warna rautan kami sama. Saat itu pula di kolong meja kami sebuah rautan warna hijau tergeletak tak bernyawa. Tangan kami bersamaan menggapainya. Aku dan Indri berebut dan saling klaim sebagai pemilik rautan itu di kolong meja. Hingga kepalaku membentur meja. Aku marah. Aku kesal. Seiring itu pula cintaku pada Indri musnah. Aku tak peduli lagi Indri dekat dengan siapa saja. Sampai sekarang.
1 komentar:
jadi intinya, cintaku terbentur meja
hahaha...
segar wo...
tiba-tiba mengingatkanku pada simpelnya kehidupan anak-anak
Posting Komentar